Pages

Senin, 04 Desember 2017

TUGAS HUKUM MASYARAKAT "MAKALAH FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM



MAKALAH

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM DALAM KONSEP DEMOKRASI











DISUSUN OLEH      :
NAMA            : RIKA MELANI
  NPM               : 161003742014181
         KELAS           : V3/SEMESTER 3      
   TUGAS           : HUKUM  MASYARAKAT
                                   
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
V3/SEMESTER III
2016/2017


DAFTAR ISI


Halaman Judul.............................................................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan dan Kegunaannya…………………………………………………………2
1.4  Metode Penulisan……………………………………………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Pengertian Penegakan Hukum ………………………………………………………………..3
2.2 Aparatur Penegak Hukum………………………..…………………………………………....4
2.3 Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum ……………………………………………...4
2.4  Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia ………………………………………...........7
2.5  Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan hukum ………………………………...………10
2.6  Hukum dalam Kehidupan Manusia…………………………………………………………11
2.7  Demokrasi dan Negara Hukum……………………………………………………………...11
2.8  Demokrasi di Indonesia…………………………………………………………………..…14
2.9  Peranan Hukum dan Demokrasi dalam Pembangunan……………………………………...17


BAB III PENUTUP.......................................................................................................................19
3.1  Kesimpulan………………………………………………………………………………….19
3.2 Saran………………………………………………………………………………………....19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………21







KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan pertolongan dan petunjuk-Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM DALAM KONSEP DEMOKRASI  ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga banyak kekurangan di sana-sini, karena itu kepada pihak-pihak yang membaca makalah ini penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun, semoga makalah ini dapat memberi tambahan pengetahuan dan bahan untuk mengkaji lebih lanjut hukum-hukum dalam aplikasi kehidupan kita sehari-hari.


   




Purwodadi,     Desember 2017




RIKA MELANI
161003742014181



                                                                                                

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Masalah
Bergulirnya iklim reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa kebebasan berekspresi yang sangat bebas.Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah “kebabalasan” bahkan berujung pada konflik horisontal maupun konflik vertikal.Konflik yang tidak terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah terjadi konflik bersenjata.Bahkan beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah ratusan bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran dan pemusnahan kelompok etnis tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain. Kekerasan, kontak senjata dan pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama”  berbagai media di tanah air.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial lainnya.Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights).
Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi manusia masih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan kelompok etnis tertentu, pembakaran sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror bom yang semakin berkembang.Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik dan aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau menghilangkan nyawa.Bahkan pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus pelanggaran HAM berat Timtim telah membebaskan sebagian terbesar para Jendaral Angkatan Darat dari segala tuntutan hukum.
Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945, Majelis Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, telah menugaskan kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur Pemerintah, untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan melalui Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 
1.2    Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah :
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian penegakan hukum itu?
2.      Apakah itu aparatur penegak hukum?
3.      Apakah Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum?
4.      Apakah  Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia?
5.       Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan Hukum?
6.      Bagaimana hukum kehidupan manusia ?
7.      Bagaimana Demokrasi dan negara hukum ?
8.      Bagaimana Demokrasi di indonesia ?
9.      Bagaimana peran hukum dan demokrasi dalam pembangunan ?

1.3  Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuiah Hukum Tata Negara
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang Penegakan Hukum
3.      Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
4.       Untuk mengetahui berbagai permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia
5.      Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan masyarakat dan penegakan hukum
6.      Untuk mengetahui bagaimana hukum kehidupan manusia
7.      Untuk mengetahui bagaimana demokrasi dan negara hukum
8.      Untuk mengetahui bagaimana demokrasi di indonesia
9.      Untuk mengetahui bagaiman peran hukum dan demokrasi dalam pembangunan

1.4    Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka atau studi literatur, yaitu penulis mengambil sumber penulisan dari internet dan jurnal hukum.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan  hukum  adalah  proses  dilakukannya  upaya  untuk  tegaknya  atauberfungsinya  norma-norma  hukum  secara  nyata  sebagai  pedoman  perilaku  dalam  lalu lintas atau hubunganhubungan  hukum  dalam  kehidupan  bermasyarakat  dan bernegara.Ditinjau dari  sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek  yang luas  dan  dapat  pula  diartikan  sebagai  upaya  penegakan  hukum  oleh  subjek  dalam  arti yang  terbatas  atau  sempit.  Dalam  arti  luas,  proses  penegakan  hukum  itu  melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai  upaya  aparatur  penegakan  hukum  tertentu  untuk  menjamin  dan  memastikan bahwa  suatu  aturan  hukum  berjalan  sebagaimana  seharusnya.  Dalam  memastikan tegaknya  hukum  itu,  apabila  diperlukan,  aparatur  penegak  hukum  itu  diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

Pengertian  penegakan  hukum  itu  dapat pula  ditinjau  dari  sudut  objeknya,  yaitu dari segi hukumnya.  Dalam  hal ini, pengertiannya juga mencakup  makna  yang luas dan sempit.  Dalam  arti  luas,  penegakan  hukum  itu  mencakup pula  nilai-nilai  keadilan  yang terkandung  di  dalamnya  bunyi  aturan  formal  maupun  nilai-nilai  keadilan  yang  hidup dalam  masyarakat.  Tetapi,  dalam  arti  sempit,  penegakan  hukum  itu  hanya  menyangkut
penegakan  peraturan  yang  formal  dan  tertulis  saja.  Karena  itu,  penerjemahan perkataan
‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’  dalam  arti  luas  dan  dapat  pula  digunakan  istilah  ‘penegakan  peraturan’  dalam
arti  sempit.  Pembedaan  antara  formalitas  aturan  hukum  yang  tertulis  dengan  cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan  juga timbul dalam  bahasa Inggeris  sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’  yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh
hukum,  tetapi  bukan  dalam  artinya  yang  formal,  melainkan  mencakup  pula  nilai-nilai keadilan  yang  terkandung  di  dalamnya.  Karena  itu,  digunakan  istilah  ‘the  rule  of  just law’.  Dalam  istilah  ‘the  rule  of  law  and  not  of  man’  dimaksudkan  untuk  menegaskan bahwa  pada  hakikatnya  pemerintahan  suatu  negara  hukum  modern  itu  dilakukan  oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai  pemerintahan  oleh  orang  yang  menggunakan  hukum  sekedar  sebagai  alat kekuasaan belaka.
Dengan uraian di atas  jelaslah kiranya  bahwa  yang  dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam  arti  formil  yang  sempit  maupun  dalam  arti  materiel  yang  luas,  sebagai  pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh  aparatur  penegakan hukum  yang  resmi  diberi  tugas  dan  kewenangan oleh undang-undang untuk  menjamin berfungsinya  norma-norma hukum  yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang  penegakan hukum dapat  kita  tentukan  sendiri batas-batasnya.  Apakah  kita  akan membahas  keseluruhan  aspek  dan  dimensi  penegakan  hukum  itu,  baik  dari  segi subjeknya  maupun  objeknya  atau  kita  batasi  hanya  membahas  hal-hal  tertentu  saja, misalnya,  hanya  menelaah  aspek-aspek  subjektifnya  saja.  Makalah  ini  memang  sengaja dibuat  untuk  memberikan  gambaran  saja  mengenai  keseluruhan  aspek  yang  terkait dengan tema penegakan hukum itu.

2.2  Aparatur Penegak Hukum
            Aparatur  penegak  hukum  mencakup  pengertian  mengenai  institusi  penegak hukum  dan  aparat  (orangnya)  penegak  hukum.  Dalam  arti  sempit,  aparatur  penegak hukum  yang  terlibat  dalam  proses  tegaknya  hukum  itu,  dimulai  dari  saksi,  polisi, penasehat  hukum,  jaksa,  hakim,  dan  petugas  sipir  pemasyarakatan.  Setiap  aparat  dan aparatur  terkait  mencakup  pula  pihak-pihak  yang  bersangkutan  dengan  tugas  atau perannya  yaitu  terkait  dengan  kegiatan  pelaporan  atau  pengaduan,  penyelidikan, penyidikan, penuntutan,pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

Dalam  proses  bekerjanya  aparatur  penegak  hukum  itu,  terdapat  tiga  elemen penting  yang  mempengaruhi,  yaitu:  institusi  penegak  hukum  beserta  berbagai perangkat  sarana  dan  prasarana  pendukung  dan  mekanisme  kerja  kelembagaannya; budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan  perangkat  peraturan  yang  mendukung  baik  kinerja  kelembagaannya  maupun yang  mengatur  materi  hukum  yang  dijadikan  standar  kerja,  baik  hukum  materielnya maupun  hukum  acaranya.  Upaya  penegakan  hukum  secara  sistemik  haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

            Namun, selain ketiga faktor di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan hukum  di  negara  kita  selama  ini,  sebenarnya  juga  memerlukan  analisis  yang  lebih menyeluruh  lagi.  Upaya  penegakan  hukum  hanya  satu  elemen  saja  dari  keseluruhan persoalan  kita  sebagai  Negara  Hukum  yang  mencita-citakan  upaya  menegakkan  dan mewujudkan  keadilan sosial bagi seluruh rakyat  Indonesia. Hukum  tidak  mungkin  akan tegak,  jika  hukum  itu  sendiri  tidak  atau  belum  mencerminkan  perasaan  atau  nilai-nilai keadilan  yang  hidup  dalam  masyarakatnya.  Hukum  tidak  mungkin  menjamin  keadilan jika materinya sebagian besar merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya, persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya penegakan  hukum  tetapi  juga  pembaruan  hukum  atau  pembuatan  hukum  baru.  Karena itu,  ada empat  fungsi  penting  yang  memerlukan perhatian  yang  seksama,  yang  yaitu  (i) pembuatan  hukum  (‘the  legislation of  law’  atau  ‘law  and  rule  making’),  (ii)  sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law, dan (iii) penegakan hukum (the enforcement of law). 

Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi hukum (the administration of law)  yang efektif  dan  efisien  yang  dijalankan  oleh  pemerintahan  (eksekutif)  yangbertanggungjawab  (accountable).  Karena  itu,  pengembangan  administrasi  hukum  dan sistem  hukum  dapat  disebut  sebagai  agenda  penting  yang  keempat  sebagai  tambahan terhadap ketiga  agenda  tersebut di  atas.  Dalam  arti  luas,  ‘the administration  of  law’  itu mencakup pengertian pelaksanaan hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum itu  sendiri  dalam  pengertian  yang  sempit.  Misalnya  dapat  dipersoalkan  sejauhmana sistem  dokumentasi  dan  publikasi  berbagai  produk  hukum  yang  ada  selama  ini  telah dikembangkan dalam rangka pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusankeputusan  administrasi  negara  (beschikkings),  ataupun  penetapan  dan  putusan  (vonis) hakim di  seluruh  jajaran dan  lapisan  pemerintahan  dari  pusat  sampai  ke  daerah-daerah. Jika  sistem  administrasinya  tidak  jelas,  bagaimana  mungkin  akses  masyarakat  luas terhadap  aneka  bentuk  produk  hukum  tersebut  dapat  terbuka?  Jika  akses  tidak  ada, bagaimana  mungkin  mengharapkan  masyarakat  dapat  taat  pada  aturan  yang  tidak diketahuinya?  Meskipun  ada  teori  ‘fiktie’  yang  diakui  sebagai  doktrin  hukum  yang bersifat  universal,  hukum  juga  perlu  difungsikan  sebagai  sarana  pendidikan  dan pembaruan  masyarakat  (social  reform),  dan  karena  itu  ketidaktahuan  masyarakat  akan hukum  tidak  boleh  dibiarkan  tanpa  usaha  sosialisasi  dan  pembudayaan  hukum  secara sistematis dan bersengaja.

2.3  Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, yaitu :

a.    Faktor hukumnya sendiri yaitu berupa undang-undang
b.    Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.
c.    Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d.    Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e.    Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim dan peradilan di Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1.    Faktor Subjektif
a.    Sikap prilaku apriori
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah, sehingga harus dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah.Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah penuntut umum atau penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak seimbang.
b.    Sikap perilaku emosional
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil putusannya.
c.    Sikap Arrogence power
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi Keputusannya.
d.    Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan, terutama hakim.Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya.
2.    Faktor Objektif
a.    Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal dari status sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status sosial menengah atau rendah.

b.    Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan, wawasan) danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan ketekunan dan ketelitian merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil keputusan masalah profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.

2.4  Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia
Indonesia tengah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan substansinya.Permasalahan hukum di Indonesia yang saat ini sedang terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum.Diantara banyaknya permasalahan tersebut adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan.Inkonsistensi penegakan hukum kadang melibatkan masyarakat itu sendiri dan dalam media elektronik maupun media cetak.Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak disadari telah berlangsung dari hari ke hari.Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan hukum yang terjadi pada saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta yang memberlakukan aturan "three-in-one". Aturan ini tidak akan berlaku bagi TNI dan Polri. Bahkan polisi yang bertugas membiarkan begitu saja mobil dinas TNI  atau Polri yang melintas meski mobil tersebut berpenumpang kurang dari tiga orang atau bahkan terkadang polisi yang bertugas memberikan penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih tinggi. Secara tidak disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak  menyadari hal tersebut.
Ketimpangan dan putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat tetap dirasakan dari hari ke hari. Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia yang dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik.

a.      Tingkat kekayaan seseorang.
Tingkat kekayaan seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang melakukan pelanggaran.Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang bisa mementahkan dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu pelaku dapat membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa tahanannya.Sebaliknya dengan pelaku pelanggaran yang tidak memiliki uang yang banyak maka pelaku hanya bisa membayar pengacara semampunya atau tidak sedikit pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan hakim.Padahal jika dibandingkan kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah milyaran rupiah.Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini.Hukum bisa dibeli dengan uang.
b.       Tingkat Jabatan Seseorang
Mari kita simak kasus berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding keluar negri yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota  DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M dan uang saku dari PT. Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9 orang staf Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini dilakukan setelah media cetak dan media elektronik menemukan ketidaksesuaian dalam masalah pendanaan studi banding tersebut.Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan.Rasa ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan pada pegawai rendahan.Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu) yang sebagai komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.

Dari kasus diatas terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi mendapat keringanan hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya sampai hal ini terjadi. Secara tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai ketidakadilan hukum dimana karna jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang didapat ketika melakukan pelanggaran hukumannya pun lebih ringan dibandingkan seseorang yang jabatannya rendah walaupun pada kasus yang sama.

c.        Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer dari empat tahum penjara menjadi dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi.Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika.Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba.Jelas sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat.

d.     Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan tiga orang staf NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional ini mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi Timor Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di bagian lain di Indonesia seperti Ambon, Aceh, Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang memgalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali aman dan normal.Meskipun kasus lainnya juga mendapat perhatian dari Internasional, namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan pemerintah Indonesia untuk dapat diselesaikan secepatnya.Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat tekanan Internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus kekerasan.  

Dari beberapa kasus tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.Persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap penegakan hukum.Hal ini membuat masyarakat tidak mempercayai huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan permasalahannya diluar jalur hukum.Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara.Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh subur di masyarakat Indonesia.Penegakan hukum di Indonesia harus terus diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan bersangkutan. Tanpa adanya perbaikan tersebut segala bentuk KKN akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum  di Indonesia. Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki, peran DPR sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan perundang-undangan yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih tegas lagi.Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten.

Jadi, keterpurukan penegakan hukum di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat
penegak  hukum,  aturan  hukum  yang  tidak  responsif,  serta  tidak  diaplikasikannya  nilai-nilai  Pancasila  khususnya  nilai  kemanusiaan,  nilai  musyawarah  untuk  mufakat  dan  nilai
keadilan  dalam  penegakan  hukum  oleh  aparat  penegak  hukum,  sehingga  menimbulkan
ketidakpercayaan  masyarakat  terhadap  penegakan  hukum  yang  ada  di  Indonesia.  Hasil
penelitian,  menunjukkan  tingkat  kepercayaan  masyarakat  terhadap  penegakan  hukum
sangat  dipengaruhi  oleh  keadaan  atau  situasional  suatu  daerah,  apabila  disuatu  daerah
penegakan  hukumnya  baik,  maka  tingkat  kepercayaan  masyarakat  juga  baik  di  daerah
tersebut,  namun  apabila  penegakan  hukumnya  kurang  baik,  maka  tingkat  kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum di daerah tersebut menjadi kurang baik. 
Dalam  rangka  pembentukan  hukum  nasional,  perlu  dibentuk  konsepsi  sistem hukum  Indonesia,  yang  penulis  sebut  dengan  Indonesia  Juripridence  maka  nilai-nilai Pancasila  harus  diserap dalam  pembentukan  hukum,  sehingga  dibutuhkan  standar  hukum
yang  bersifat  united  legal  frame  work  dan united  legal opinion  (Kesatuan  pandangan)  di
antara aparat penegak  hukum sehingga perlu dibentuk  Undang-Undang sinergitas terpadu dalam  pelaksanaan  tugas  penegakan  hukum.  Untuk  mengembalikan  kepercayaan masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas baik, aturan
hukum  yang  responsif  yang  sejalan  dengan  nilai-nilai  Pancasila  dan  selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh aparat penegak hukum. 


2.5  Pemberdayaan Masyarakat dan Penegakan hukum

Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila dalam
Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh karena itu jika kita mengharapkan perilaku hukum masyarakat yang  baik, maka kita harus menciptakan struktur sosial masyarakat yang baik pula. Selama  struktur sosial  masyarakat  tidak  terkandung  kearah  susunan  masyarakat yang baik maka selama itu pula perilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada perilaku hukum yang baik.
Selanjutnya, harus pula dipahami bahwa kesadaran hukum yang menyangkut perilaku manusia, tidak dapat dilepaskan dari sikap batin. Oleh karena itu kesadaran hukum yang dimaksudkan haruslah memiliki keterkaitan pula dengan sikap batin pelakunya. Dengan kata lain, harus terdapat kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami kemukakan pada bahagian terdahulu, maka pada bahagian ini dapat kami simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Bahwa pemberdayaan masyarakat dalam proses penegakan hukum meliputi peningkatan, pengetahuan masyarakat
terhadap kaedah hukum itu sendiri termasuk pengetahuan dan  pemahamannya  terhadap  isi
kaedah  hukum itu, ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap kaedah hukum itu dan pola
perilaku hukum masyarakat itu sendiri; 2) Bahwa pemahaman hukum masyarakat dipengaruhi
oleh struktur sosial tempat di mana hukum itu berlaku, karenanya untuk mencapai terpeliharanya tertib hukum melalui kesadaran hukum masyarakat, maka perlu pula dibenahi struktur masyarakat yang bersangkutan, seperti struktur ekonomi, politik, pendidikan, pertahanan keamanan dan lain sebagainya yang terdapat dalam sistem sosial; 3) Bahwa pemberdayaan masyarakat untuk memelihara tertib hukum, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor juridis semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non juridis seperti sikap penegak hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sebagai pemegang peran; 4) Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar tertib hukum terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat Indonesia, sesuai dengan asas-asas hukum Indonesia dengan kata lain perlu diperhatikan segi substansialnya, bukan segi formalnya seperti yang berkembang selama ini

2.6  Hukum dalam Kehidupan Manusia
Hukum dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, seperti yang tertera dalam pameo “Ubi societas ibi ius“, yang berarti dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, seperti:
1)     Tujuanhukumadalahkeadilan
2)      Tujuan hukum adalah kegunaan
3)      Tujuan hukum adalah ketertiban atau order
Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, bukan hanya untuk golongan tertentu saja. Oleh karena itu lahirlah “negara konstitusi” yang melahirkan doktrin “rule of law“, yang merupakan doktrin dengan semangat idealisme keadilan yang tinggi, seperti “supremasi hukum” dan “kesamaan setiap orang di depan hukum”. Di negara konstitusi itulah berlaku sistem pemerintahan demokrasi konstitusional.
Menurut Imanuel Kant dan F. Julius Sthal, ada empat unsur pembatasan yuridis yang dikenal dengan istilah Rechtsstaat atau Rule of Law, yaitu:
1)      hak-hak asasi manusia;
2)      pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
3)      pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
4)      peradilan administrasi dalam perselisihan.
Sedangkan A. V. Dices mengidentifikasikan unsur-unsur Rule of Law dalam demokrasi konstitusional adalah sebagi berikut:
1)      supremasi hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum;
2)      kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law) baik untuk pejabat maupun rakyat biasa;
3)      terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.

2.7  Demokrasi dan Negara Hukum
Konsep demokrasi menekankan bahwa adanya kedaulatan tertinggi untuk mengelola kehidupan suatu negara adalah di tangan rakyat. Setiap orang memiliki posisi yang sama untuk menentukan ke arah mana suatu masyarakat atau bangsa harus melangkah.
Arti dan makna demokrasi secara falsafah dapat melahirkan bermacam penafsiran dan definisi.Lawan demokrasi adalah otokrasi.Seperti juga demokrasi, otokrasi ada banyak varian dan hibridnya.Secara tradisional, tujuan penyelenggaraan pemerintahan demokrasi adalah untuk mencegah akumulasi kekuasaan ke dalam satu atau beberapa orang. Demokrasi sebagaimana dikemukakan Winston Churchill sebagai ‘least badform of government, artinya bahwa pemerintahan demokrasi bertujuan mengurangi ketidakpastian dan instabilitas serta menjamin warga negara dalam mendapatkan kesempatan yang berkala.Dalam teori demokratisasi dikenal dua tahap, yaitu tahap transisi dan tahap konsolidasi. O’Donnell dan Schmitter berpendapat, bahwa transisi adalah masa antara dua rezim politik. Transisi demokrasi dimulai sejak bergulirnya proses desolusi (tumbangnya) sebuah rezim otoriter pada ujung yang satu dan ditegakannya rezim demokrasi pada ujung yang lainnya. Pada tahapan ini penekanan ada pada penegakan demokrasi secara prosedural yakni berfungsinya berbagai institusi-institusi politik secara demokratis.Namun untuk benar-benar menjadi negara demokrasi, haruslah dilalui tahap konsolidasi yang menurut berbagai literatur merupakan konsep yang tidak kalah sulitnya dibanding proses transisi. Bahkan banyak negara yang jatuh kembali ke rezim otoriter karena gagal menyelesaikan proses konsolidasi demokrasi. Menurut Linz dan Stepan (1996), konsolidasi demokrasi berarti bahwa demokrasi bukan hanya telah tegak sebagai sebuah sistem politik tetapi juga telah membudaya di kalangan masyarakat. Bahkan betapapun besarnya tantangan dan kesulitan yang dihadapi masyarakat tidak akan berpaling dari demokrasi ke sistem politik lain.
Sedangkan, tahap konsolidasi menghendaki perhatian pada segi-segi substantiv yang merepresentasikan kesempatan dan sumberdaya bagi perbaikan kualitas hidup serta bagi kehidupan sosial yang lebih adil dan manusiawi. Oleh karena itu, konsolidasi demokrasi harus menjamin terwujudnya esensi demokrasi: pemberdayaan rakyat (popular empowerment) dan pertanggung jawaban sistemik (systemic responsiveness).Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia, tetapi hukum.
Dalam tataran praksis, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Sedangkan dalam negara yang berdasarkan atas hukum, dalam hal ini hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam suatu negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.Supremasi konstitusi, di samping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
Berdasarkan teori kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia, tidak mungkin dicapai masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama.Maka, dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang tujuan bersama, batas-batas hak individual, dan siapa yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan tersebut dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya.Perjanjian tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu negara, yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan negara.Oleh karena itu, hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa.Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi, karena hukum tidak dimaksudkan hanya untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang sehingga negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, tetapi demcratische rechtsstaat.
Indonesia adalah negara hukum yang didasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.Dimana hukum seyogianya senantiasa harus mengacu pada cita-cita masyarakat bangsa, yaitu tegaknya negara hukum yang demokratis dan berkeadilan sosial.Meski demikian ada pendapat yang mengemukakan, bahwa adalah tidak benar seluruhnya jika hukum adalah alat masyarakat untuk menegakkan demokrasi. Penekanan fungsi hukum cenderung lebih mendukung kekuasaan pemerintah serta implementasinya, baik untuk mendapatkan basis penggunaan kekuasaan yang kukuh dalam melaksanakan pembangunan.Untuk mendalami hal diatas, kiranya perlu dikemukakan ciri-ciri dari produk hukum yang demokratis;
1)      produk hukum harus bersifat mengatur
2)      produk hukum yang bernama undang-undang keatas dan peraturan daerah, penetapannya harus melibatkan rakyat setidak-tidaknya wakilnya.
3)      dilihat dari segi isinya, isi produk hukum harus untuk kepentingan rakyat dan kepentingan umum.
4)      dilihat dari segi pelaksanaannya harus untuk kepentingan umum dan kepentingan rakyat.
Jika dijumpai di dalam kenyataan fungsi hukum cenderung lebih mendukung kekuasaan pemerintah serta implementasinya ia sesungguhnya tidak identik dengan tidak benarnya hukum sebagai alat penegakkan demokrasi. Tidak terlihatnya kemampuan hukum sebagai alat untuk menegakan demokrasi bukanlah disebabkan oleh faktor hukum sendiri, tetapi karena hukum itu diabaikan, dimana politik dan kekuasaan lebih penting dari pada hukum. Sementara disisi lain, lembaga negara yang telah dibentuk berdasarkan hukum tidak pula berfungsi sebagaimana mestinya. Yang terlihat justru politik lebih menentukan dari pada hukum.Pendeknya bila politik adalah panglima, maka hukum hanya tinggal cita-cita.
Tegak atau berfungsinya hukum sebagaimana mestinya tergantung dari semangat penyelenggara negara dan sistem politik yang dipakai yang menjadi penopang tegaknya hukum.Diakui bahwa hukum tidak dapat dijalankan tanpa kekuasaan, tetapi apabila kekuasaan tidak terkendali yang muncul justru kekuasaan dan kesewenang-wenangan dan ketidak adilan.Dapat atau tidaknya hukum sebagai penegak demokrasi dan keadilan tergantung kepada sistem politik yang dipakai.Dari sistem politiklah, apakah hukum dapat berfungsi sebagai alat penegakkan demokrasi dan keadilan.Sebab sistem politik yang dipakai suatu negara menentukan produk hukum.Sistem politik otoriter atau non-demokratis melahirkan hukum-hukum yang cendrung ortodok/ konservatif.Sedangkan sistem politik demokratis melahirkan hukum-hukum yang responsif/populistik.Adalah sulit untuk menempatkan hukum sebagai alat penegakan demokrasi apabila bangunan dasar hukum represip, ortodok/konservatif.
Bangunan hukum yang demikian menjadikan hukum cendrung dirasakan sebagai penindasan dan pelecehan terhadap hak-hak asasi warga negara.Hukum melembagakan disprivile dengan menekankan kewajiban dan tanggung jawab, bukan pada hak-hak yang dipunyai oleh golongan-golongan yang tidak berkuasa.Golongan miskin yang memiliki ketergantungan menjadi sasaran bekerjanya lembaga-lembaga atau birokrasi tertentu maupun distimatisasi oleh klasifikasi-klasifikasi resmi.Hukum represif mengorganisasi pengamanan sosial atas “klas-klas berbahaya” dengan mengkriminalisasikan perilaku-perilaku tertentu.Dalam keadaan sistem politik otoriter dengan outputnya hukum represif/konservatif, maka jelas hukum lebih dirasakan sebagai penindasan dan legitimasi kekuasaan bagi penguasa (pemerintah).
Tidak demikian halnya apabila suatu negara (pemerintahan) menjalankan sistem politik yang demokratis.Bangunan dasar hukum dalam sistem politik demokratis adalah responsif.Hukum lebih bertujuan agar hukum lebih tanggap terhadap kebutuhan terbuka pada pengaruh dan lebih efektif dalam menanggapi masalah-masalah sosial. Tujuan serupa itu bisa terwujud apabila sistem politik yang dipakai demokrasi, karena sistem politik demokratis bercirikan: adanya lebih dari satu partai politik. tersebut bebas berkompetisi satu sama lain untuk mendapatkan kekuasaan politik; kompetisi politik dilakukan secara terbuka dan didasarkan pada aturan permainan yang tetap dan telah diterima; memasuki dan merekrut (recruitment) untuk mendapatkan posisi-posisi kekuasaan politik adalah terbuka; adanya pemulihan secara berkala (period) dan yang bersifat umum (a wide frachi); golongan penekan (presure groups) diberi kesempatan untuk mempengaruhi pemerintah dalam pengambilan keputusan; kebebasan-kebebasan dasar manusia (civil liberties) seperti kebebasan berbicara dan menganut agama dan kebebasan untuk tidak ditahan secara tidak sah (freedom from arbitracy arrest) diakui dan dilindungi oleh pemerintah; Kekuasaan peradilan bebas tidak memihak; media masa seperti televisi, radio, surat kabar tidak dimonopoli oleh pemerintah dan dalam batas-batas tertentu dapat mengkritik pemerintah.

2.8  Demokrasi di Indonesia
Indonesia sebagai salah satu Negara yang menganut paham demokrasi, karena sistem pemerintahan demokrasi ini dianggap baik untuk menjaga kestabilan suatu bangsa dalam menjalankan roda pemerintahan negara.Dalam hal demokrasi dikenal adanya kedaulatan adalah di tangan rakyat, sehingga secara ekonomi Indonesia adalah negara demokrasi.Segala sesuatu berasal dari, oleh dan untuk rakyat adalah inti dari konsep pemerintahan yang demokratis, sehingga dapat menjamin kebebasan masing-masing individu dalam suatu negara untuk bergerak mengembangkan dan melakukan hal yang mereka inginkan.
Indonesia menganut paham Demokrasi Pancasila yang berbeda dengan demokrasi liberal.Demokrasi liberal meletakkan kebebasan individu yang toleran sebagai urgensi kehidupan negara dan masyarakat.Oleh karena itu kontrol rakyat dan atau wakilnya kepada penguasa dan negara adalah prinsip yang tak bisa ditawar.Dalam konteks ini C.F. Strong mengemukakan; negara konstitusional sekarang ini harus didasarkan atas suatu sistem perwakilan yang demokratis yang menjamin kedaulatan rakyat.Mengenai hal ini harus tercermin dalam konstitusi negara tersebut. Sedangkan perihal bagaimana pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam arti bentuknya, maka pertama-tama harus dilihat dalam UUD 1945 beserta penjelasannya, meskipun ini bukanlah satu-satunya cara untuk melaksanakan Demokrasi Pancasila.
Dalam kesempatan ini yang terpenting adalah, apakah hukum dan pelaksanaan hukum di negara Indonesia akan berfungsi dan memainkan peranannya sangat ditentukan oleh keinginan melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen. UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi di dalam UUD 1945 termuat cita-cita bangsa dan arah kehidupan bernegara dan berbangsa, termasuk di dalamnya keberadaan hukum dalam kehidupan negara.
Reformasi politik dan reformasi ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, telah memperbaharui norma-norma dan struktur pengambilan keputusan di bidang politik.Sehingga dapat mengurangi faktor-faktor negatif yang dapat membebani sektor perekonomian. Seperti adanya monopoli, korupsi, dan bentuk-bentuk penyimpangan lain. Sedangkan, reformasiekonomi dapat mendorong percepatan terjadinya proses demokratisasi. Namun, kedua hal tersebut apabila dijalankan sekaligus, tetap mengandung risiko.Sehingga diperlukan sinergi dalam pelaksanaan kedua hal tersebut. Proses demokratisasi di Indonesia yang dihasilkan oleh gerakan reformasi di tahun 1998 telah merubah secara substansial sistem bernegara bangsa kita dan membuat Indonesia sekarang menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia.
Indonesia meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan itu dapat dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan.Untuk itu diperlukan adanya budaya hukum yang dapat mengakomodasi tujuan-tujuan tersebut (terciptanya kesejahteraan rakyat), sehingga dapat menjaga integrasi dan persatuan nasional.Hal tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan perdagangan dan industri, serta berfungsi memajukan keadilan sosial dan kesejahteraan manusia. Dalam mencapai tujuan terciptanya kesejahteraan rakyat dengan proses demokratisasi dalam pembangunan ekonomi, diperlukan adanya institusi hukum dan profesi hukum yang baik. Hal ini menjadi bertambah penting karena bangsa kita berada dalam era globalisasi, artinya harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia (di tingkat Negara atau state), belum terlihat dampaknya bagi kesejahteraan rakyat. Proses tersebut antara lain adalah kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), kebebasan pers, kebebasan berserikat, meningkatnya peran parlemen, berlangsungnya pemilihan umum (pemilu) yang bebas, dan pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung.Tingginya angka penduduk miskin dan pengangguran, rendahnya taraf pendidikan dan kesehatan, merupakan persoalan yang mencerminkan kondisi sosial-ekonomi bangsa kita. Sehingga hal tersebut menjadi problem dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.Berbagai masalah tersebut diperparah dengan adanya bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan.Maraknya perkara korupsi dan penyalahgunaan wewenang, serta merosotnya karakter dan harga diri bangsa. Ditambah lagi dengan merebaknya pornografi dan siaran tv yang merusak akhlak bangsa. Sehingga hal tersebut menjadikan generasi muda Indonesia sebagai manusia konsumtif, berbudaya instan, tanpa idealisme, dan pada akhirnya dapat melemahkan rasa nasionalisme dan patriotisme.
Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup.Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka.Inilah tantangan yang harus dihadapi pemerintah.Hal tersebut merupakan salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.Karena, demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian, hal itu merupakan sesuatu yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Sehingga setiap masyarakat Indonesia dapat terpenuhi haknya untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat dan bermasyarakat.
Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. Misalnya, demokrasi mampu memaksimalkan kesejahteraan rakyat dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan.Disamping itu, demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan, demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya.
Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya.Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri. Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan.Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi.
Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi. Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan, dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
2.9  Peranan Hukum dan Demokrasi dalam Pembangunan
Dilatar belakangi cita-cita yang tertuang dalam kalimat “masyarakat adil dan makmur”, maka pembangunan telah dipilih sebagai satu-satunya kendaraan yang dianggap paling tepat untuk membawa bangsa Indonesia menuju kearah sana. Dalam hal ini, pemerintah sejak tiga dasawarsa terakhir telah menjadikan pembangunan di bidang ekonomi sebagai tulang punggung pembangunan nasional.Sikap suatu pemerintah dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan tersebut untuk mencapai kepentingan nasional negaranya.Termasuk didalamnya adalah hal perekonomian. Pemerintah Indonesia pernah menerapkan kebijakan deregulasi ekonomi yang menyangkut 3 aspek, antara lain yaitu:
1)      untuk menyehatkan persaingan pasar dengan membuka kesempatan bagi pendatang baru.
2)      mengurangi campur tangan pemerintah dalam hal pengelolaan badan usaha.
3)      pengambilan keputusan produksi maupun harga.
Melihat hal tersebut, maka peranan hukum dalam pembangunan ekonomi dan modernisasi masih sering kali diperdebatkan.Perdebatan ini merupakan sebagian dari perdebatan yang lebih luas, tentang peranan hukum di dalam masyarakat.Lembaga hukum adalah salah satu di antara lembaga/pranata-pranata sosial, seperti juga halnya keluarga, agama, ekonomi, perang atau lainnya. Hukum bagaimanapun sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan politik, budaya, pendidikan apalagi yang tak kalah pentingnya adalah fungsinya atau peranannya dalam mengatur kegiatan ekonomi.Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Peranan hukum untuk melindungi, mengatur dan merencanakan kehidupan ekonomi sehingga dinamika kegiatan ekonomi itu dapat diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Aquinas dalam Suma Theologica. Hukum bukan hanya bisa membatasi dan menekan saja, akan tetapi juga memberi kesempatan bahkan mendorong para warga untuk menemukan berbagai penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi negara. Dan pada dasarnya setiap kegiatan atau aktivitas manusia perlu diatur oleh suatu instrumen yang disebut sebagai hukum.Hukum disini direduksi pengertiannya menjadi perundang-undangan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Negara.
Dengan adanya globalisasi ekonomi, maka menimbulkan akibat yang besar sekali pada bidang hukum.Globalisasi ekonomi menyebabkan terjadinya globalisasi hukum.Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya antara barat dan timur.Globalisasi di bidang kontrak-kontrak bisnis internasional sudah lama terjadi.Karena negara-negara maju membawa transaksi baru ke negara berkembang, maka mau tidak mau mereka yang dari negara-negara berkembang menerima model-model kontrak bisnis internasional tersebut.
Hal itu disebabkan bisa karena sebelumnya tidak mengenal model tersebut atau dapat juga karena posisi tawar yang lemah. Oleh karena itu tidak mengherankan, perjanjian patungan (joint venture), perjanjian waralaba (franchise), perjanjian lisensi, perjanjian keagenan, hampir sama di semua negara. Konsultan hukum suatu negara dengan mudah mengerjakan perjanjian-perjanjian semacam itu di negara-negara lain.Lebih lanjut mengenai hal tersebut, Prof. Erman Rajagukguk berpendapat bahwa persamaan ketentuan-ketentuan hukum berbagai negara bisa juga terjadi karena suatu negara mengikuti model negara maju berkaitan dengan institusi-institusi hukum untuk mendapatkan akumulasi modal.Tuntutan keterbukaan (transparency) yang semakin besar, berkembangnya kejahatan internasional dalam pencucian uang (money laundering) dan insider trading mendorong kerjasama internasional. Dibalik usaha keras menciptakan globalisasi hukum, masih menurut Prof. Erman, tidak ada jaminan bahwa hukum tersebut akan memberikan hasil yang sama yang di semua tempat. Hal mana dikarenakan perbedaan politik, ekonomi dan budaya.
Friedman, mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya hukum masyarakatnya. Budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.Melihat hal tersebut sudah menjadi satu keniscayaan, bahwa pembangunan ekonomi di suatu negara, apalagi secara khusus negara berkembang, hukum memiliki peranan yang besar untuk turut memberi peluang pembangunan ekonomi. Pelaksanaan roda pemerintahan dengan demokratis, dengan menggunakan hukum sebagai instrument untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang komprehensif, akan membawa negara ini menuju masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang di cita-citakan.
Indonesia berbeda dengan negara maju seperti Amerika dan Inggris.Jika di kedua negara tersebut, mereka menempuh pembangunan secara berturut-turut dari yang pertama, meciptakan persatuan dalam negaranya, kedua, menggalakkan industrialisasi, dan yang ketiga, mewujudkan kesejahteraan sosial.Urutan pembangunan negara seperti yang di tempuh kedua negara tersebut di atas, adalah merupakan suatu langkah ideal untuk mewujudkan negara yang kokoh, dengan dukungan ekonomi dan warga yang solid.Namun demikian untuk Indonesia hal ini tidak mungkin kita jalankan secara satu persatu, melainkan harus sekaligus.Menciptakan persatuan, menggalakkan pembangunan dan mewujudkan kesejahteraan harus di lakukan secara bersamaan.Kondisi tersebut di atas, memang memberi peluang terciptanya ketidakharmonisan pencapaian tujuan pembangunan hukum.Terlebih lagi jika aparat yang menjalankan agenda tersebut tidak paham dengan kondisi kenegaraan (warga) sehingga justru tidak satupun dari tiga agenda yang di jalankan tersebut dapat terwujud sesuai dengan harapan.

BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan

Penegakan  hukum  adalah  proses  dilakukannya  upaya  untuk  tegaknya  atau berfungsinya  norma-norma  hukum  secara  nyata  sebagai  pedoman  perilaku  dalam  lalu lintas  atau  hubungan-hubungan  hukum  dalam  kehidupan  bermasyarakat  dan  bernegara.
Aparatur  penegak  hukum  mencakup  pengertian  mengenai  institusi  penegak hukum  dan  aparat  (orangnya)  penegak  hukum.  Dalam  arti  sempit,  aparatur  penegak hukum  yang  terlibat  dalam  proses  tegaknya  hukum  itu,  dimulai  dari  saksi,  polisi, penasehat  hukum,  jaksa,  hakim,  dan  petugas  sipir  pemasyarakatan.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang menganut paham demokrasi, karena sistem pemerintahan demokrasi ini dianggap baik untuk menjaga kestabilan suatu bangsa dalam menjalankan roda pemerintahan negara.Dalam hal demokrasi dikenal adanya kedaulatan adalah di tangan rakyat, sehingga secara ekonomi Indonesia adalah negara demokrasi.

3.2  Saran
\
            Kita sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai mahasiswa sudah semestinya membantu pemerintah untuk terus menegakkan hukum di indonesia.
Peningkatan pemahaman terhadap konsep dasar demokrasi dalam penegakan hokum  kepada seluruh komponen masyarakat perlu lebih ditumbuh kembangkan dan diperdalam, sesuai doktrin hukum yang bersifat universal, yaitu hukum sebagai sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat (social reform). Dan karena itu ketidaktahuan atau kekurang pahaman masyarakat akan hukum tentang penegakan hokum dalam  konsep demokrasi Indonesia tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan hukum secara sistematis.

Penguasa negara harusnya bisa memproyeksikan dan men-real-kan ( menjadi kenyataan ) sebuah tujuan negara yang terkandung dalam alinea IV UUD NRI 1945. Dengan tidak bertindak sewenang-wenang. Rakyat juga harus membantu mewujudkannya dengan mematuhi segala peraturan perundang-uandangan yang ada dalam negara indonesia, serta membantu pemerintah dalam mewujudkan negara aman, dan makmur.
Kami menyadari makalah ini masih mempunyai kekurangan dan demi penyempurnaan makalah ini.maka kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat positif/membangun dari pembaca.dan semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca.



                                                        DAFTAR PUSTAKA

Plato: The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata pengantar oleh Trevor J.Saunders.

Jimmly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta : PT.Bhuana Ilmu Populer,2008,

Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta : FH UII Press, 2004,
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1962,
B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal Hukum), “Rule of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II, November 2004,

Dahlan Thaib, et al, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : Rajagrafindo Persada,2008,

Jimmly Asshidiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme, Jakarta : Konstitusi Press, 2005,

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran kekuasaan Indonesia, MKRI dan PSHTN FH UII, Jakarta, 2005

Leonard Kunarto, Merenungi Kiprah Polri menghadapi Gelora Anarkhi 2, Cipta Manunggal, Jakarta, 1999,

W Levy (Editor), Judicial Review, Sejarah Kelahiran, Wewenang dan Fungsinya dalam Negara Demokrasi, Cetakan Pertama, Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusa Media, Bandung. 2005

  REFERENSI:
  • Ridwan Effendi, Elly Malihah, (2007). Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Yasindo Muli Aspek, Bandung
  • Elly M. Stiadi, dkk (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
  • Sumarsono, S, dkk. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia
  • Koentjaraningrat (Ed), (1975). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jambatan.
  • Boy Yendra Tamin(2012). Demokrasi dan Hukum di Indonesia. [online] diakses 08 Oktober 2013. Tersedia: http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/04/demokrasi-dan-hukum-di-indonesia.html
  • ____ (2012). Peranan hukum dalam demokratisasi dan pembangunan ekonomi di Indonesia. [online] diakses 08 Oktober 2013. Tersedia: http://bagoesseto.wordpress.com.
  • Muntoha (2009). Demokrasi dan Negara Hukum. Jurnal Hukum no 3 vol. 16. 379-395.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar