MAKALAH
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN
HUKUM DALAM KONSEP DEMOKRASI
DISUSUN
OLEH :
NAMA :
RIKA MELANI
NPM : 161003742014181
KELAS : V3/SEMESTER 3
TUGAS : HUKUM MASYARAKAT
UNIVERSITAS
17 AGUSTUS 1945 SEMARANG
V3/SEMESTER
III
2016/2017
DAFTAR ISI
Halaman
Judul..............................................................................................................................
i
Kata
Pengantar.............................................................................................................................
ii
Daftar
Isi.......................................................................................................................................iii
BAB
I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1.
Latar
Belakang.........................................................................................................................1
1.2.
Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3.
Tujuan Penulisan dan Kegunaannya…………………………………………………………2
1.4
Metode Penulisan……………………………………………………………………………..1
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Pengertian Penegakan Hukum ………………………………………………………………..3
2.2 Aparatur Penegak Hukum………………………..…………………………………………....4
2.3 Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum ……………………………………………...4
2.4
Permasalahan Penegakan Hukum di
Indonesia ………………………………………...........7
2.5
Pemberdayaan Masyarakat
dan Penegakan hukum
………………………………...………10
2.6 Hukum dalam Kehidupan Manusia…………………………………………………………11
2.7 Demokrasi dan Negara Hukum……………………………………………………………...11
2.8 Demokrasi di Indonesia…………………………………………………………………..…14
2.9 Peranan Hukum dan Demokrasi
dalam Pembangunan……………………………………...17
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………….19
3.2
Saran………………………………………………………………………………………....19
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………21
KATA PENGANTAR
بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ
الرَّØْÙ…َÙ†ِ الرَّØِيمِ
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang telah
memberikan pertolongan dan petunjuk-Nya kepada penulis sehingga makalah yang
berjudul “FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM DALAM KONSEP DEMOKRASI” ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna sehingga banyak kekurangan di sana-sini, karena itu kepada pihak-pihak
yang membaca makalah ini penulis mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun, semoga makalah ini dapat memberi tambahan pengetahuan dan bahan
untuk mengkaji lebih lanjut hukum-hukum dalam aplikasi kehidupan kita
sehari-hari.
Purwodadi, Desember 2017
RIKA MELANI
161003742014181
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bergulirnya iklim reformasi dan
demokratisasi di Indoneseia dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini telah
membawa angin perubahan berupa kebebasan berekspresi yang sangat
bebas.Kebebasan tersebut pada beberapa kesempatan telah “kebabalasan” bahkan
berujung pada konflik horisontal maupun konflik vertikal.Konflik yang tidak
terkelola dengan baik ditambah dendam masa lalu pada masa Pemerintahan Orde
Baru, yang sangat otoriter berdampak pada kekerasan bahkan telah terjadi
konflik bersenjata.Bahkan beberapa daerah telah jatuh korban berjumlah ratusan
bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran dan pemusnahan kelompok etnis
tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain. Kekerasan, kontak senjata dan
pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama” berbagai media di tanah air.
Sejarah bangsa Indonesia hingga
kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang
disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras,
warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin dan status sosial
lainnya.Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran
hak asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara
terhadap warga negara atau sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga negara
sendiri) dan tidak sedikit yang masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi
manusia yang berat (gross violation of human rights).
Pada kenyataannya selama lebih lima tujuh tahun usia Republik
Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan atau penegakan hak asasi
manusia masih jauh dari memuaskan.
Hal tersebut tercermin dari
kejadian berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan,
perkosaan, penghilangan paksa, pembunuhan, pemusnahan kelompok etnis tertentu,
pembakaran sarana pendidikan dan tempat ibadah, dan teror bom yang semakin
berkembang.Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat
publik dan aparat penegak hukum, pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat,
tetapi justru mengintimidasi, menganiaya, menghilangkan paksa dan/atau
menghilangkan nyawa.Bahkan pada beberapa kesempatan yang lalu, Pengadilan HAM
Ad Hoc Kasus pelanggaran HAM berat Timtim telah membebaskan sebagian terbesar
para Jendaral Angkatan Darat dari segala tuntutan hukum.
Padahal secara jelas dan tegas untuk melaksanakan amanat
Undang-undang Dasar 1945, Majelis Permusyarwaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, telah menugaskan kepada
Lembaga-lembaga Tinggi Negara dan seluruh aparatur Pemerintah, untuk
menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi
manusia kepada seluruh masyarakat. Telah terbentuk juga Undang-undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan pengukuhan melalui Undang-undang
No. 39 Tahun 1999 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
1.2 Rumusan
Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam
penulisan ini penulis mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis
mengemukakan beberapa perumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah :
Adapun rumusan masalah dalam
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian penegakan hukum itu?
2.
Apakah itu
aparatur penegak hukum?
3.
Apakah Faktor yang mempengaruhi Penegakan
Hukum?
4.
Apakah Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia?
5.
Bagaimana Pemberdayaan Masyarakat dan
Penegakan Hukum?
6.
Bagaimana hukum
kehidupan manusia ?
7.
Bagaimana
Demokrasi dan negara hukum ?
8.
Bagaimana Demokrasi
di indonesia ?
9.
Bagaimana peran
hukum dan demokrasi dalam pembangunan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuiah Hukum Tata Negara
2. Untuk
menambah pengetahuan tentang Penegakan Hukum
3. Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
4. Untuk mengetahui berbagai permasalahan
Penegakan Hukum di Indonesia
5. Untuk
mengetahui bagaimana pemberdayaan masyarakat dan penegakan hukum
6. Untuk
mengetahui bagaimana hukum kehidupan manusia
7. Untuk
mengetahui bagaimana demokrasi dan negara hukum
8. Untuk
mengetahui bagaimana demokrasi di indonesia
9. Untuk mengetahui
bagaiman peran hukum dan demokrasi dalam pembangunan
1.4 Metode
Penulisan
Metode yang digunakan dalam
penulisan makalah ini adalah studi pustaka atau studi literatur, yaitu penulis
mengambil sumber penulisan dari internet dan jurnal hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya
atauberfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubunganhubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu
dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat
pula diartikan sebagai upaya penegakan
hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas
atau sempit. Dalam arti luas, proses
penegakan hukum itu melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja
yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti
dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya
aparatur penegakan hukum tertentu untuk
menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan
hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan
tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,
aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan
hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut
objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam
arti luas, penegakan hukum itu mencakup
pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya bunyi aturan formal maupun
nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum
itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal
dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan
perkataan
‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam
menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas
dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan
peraturan’ dalam
arti sempit. Pembedaan antara
formalitas aturan hukum yang tertulis
dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga
timbul dalam bahasa Inggeris sendiri dengan dikembangkannya istilah
‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of
law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the
rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna
pemerintahan oleh
hukum, tetapi bukan dalam
artinya yang formal, melainkan mencakup
pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, digunakan istilah
‘the rule of just law’. Dalam istilah
‘the rule of law and not of
man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada
hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum
modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah
sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai
pemerintahan oleh orang yang menggunakan
hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.
Dengan uraian di atas jelaslah
kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang
lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam
arti formil yang sempit maupun dalam
arti materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku
dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan
maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi
diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk
menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu,
pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita
tentukan sendiri batas-batasnya. Apakah kita akan
membahas keseluruhan aspek dan dimensi
penegakan hukum itu, baik dari segi
subjeknya maupun objeknya atau kita batasi
hanya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya,
hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja.
Makalah ini memang sengaja dibuat untuk
memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan
aspek yang terkait dengan tema penegakan hukum itu.
2.2 Aparatur Penegak Hukum
Aparatur
penegak hukum mencakup pengertian mengenai
institusi penegak hukum dan aparat (orangnya)
penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur
penegak hukum yang terlibat dalam proses
tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi,
polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan
petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan
aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak
yang bersangkutan dengan tugas atau perannya
yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan
atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,pembuktian,
penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam proses
bekerjanya aparatur penegak hukum itu,
terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi,
yaitu: institusi penegak hukum beserta berbagai
perangkat sarana dan prasarana pendukung
dan mekanisme kerja kelembagaannya; budaya kerja yang terkait
dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan
perangkat peraturan yang mendukung baik
kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur
materi hukum yang dijadikan standar kerja,
baik hukum materielnya maupun hukum acaranya.
Upaya penegakan hukum secara sistemik haruslah
memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum
dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.
Namun, selain ketiga faktor
di atas, keluhan berkenaan dengan kinerja penegakan hukum di
negara kita selama ini, sebenarnya juga
memerlukan analisis yang lebih menyeluruh lagi.
Upaya penegakan hukum hanya satu elemen
saja dari keseluruhan persoalan kita sebagai
Negara Hukum yang mencita-citakan upaya
menegakkan dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hukum tidak mungkin akan tegak, jika
hukum itu sendiri tidak atau belum
mencerminkan perasaan atau nilai-nilai keadilan
yang hidup dalam masyarakatnya. Hukum tidak
mungkin menjamin keadilan jika materinya sebagian besar merupakan
warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Artinya,
persoalan yang kita hadapi bukan saja berkenaan dengan upaya penegakan
hukum tetapi juga pembaruan hukum atau
pembuatan hukum baru. Karena itu, ada empat
fungsi penting yang memerlukan perhatian yang
seksama, yang yaitu (i) pembuatan hukum
(‘the legislation of law’ atau ‘law and
rule making’), (ii) sosialisasi, penyebarluasan dan bahkan
pembudayaan hukum (socialization and promulgation of law, dan (iii) penegakan
hukum (the enforcement of law).
Ketiganya membutuhkan dukungan (iv) adminstrasi
hukum (the administration of law) yang efektif dan
efisien yang dijalankan oleh pemerintahan
(eksekutif) yangbertanggungjawab (accountable). Karena
itu, pengembangan administrasi hukum dan sistem
hukum dapat disebut sebagai agenda penting
yang keempat sebagai tambahan terhadap ketiga
agenda tersebut di atas. Dalam arti luas,
‘the administration of law’ itu mencakup pengertian pelaksanaan
hukum (rules executing) dan tata administrasi hukum itu sendiri
dalam pengertian yang sempit. Misalnya
dapat dipersoalkan sejauhmana sistem dokumentasi
dan publikasi berbagai produk hukum yang
ada selama ini telah dikembangkan dalam rangka
pendokumentasian peraturan-peraturan (regels), keputusankeputusan administrasi
negara (beschikkings), ataupun penetapan dan
putusan (vonis) hakim di seluruh jajaran dan
lapisan pemerintahan dari pusat sampai ke
daerah-daerah. Jika sistem administrasinya tidak
jelas, bagaimana mungkin akses masyarakat luas
terhadap aneka bentuk produk hukum tersebut
dapat terbuka? Jika akses tidak ada,
bagaimana mungkin mengharapkan masyarakat dapat
taat pada aturan yang tidak diketahuinya?
Meskipun ada teori ‘fiktie’ yang diakui
sebagai doktrin hukum yang bersifat universal,
hukum juga perlu difungsikan sebagai sarana
pendidikan dan pembaruan masyarakat (social
reform), dan karena itu ketidaktahuan
masyarakat akan hukum tidak boleh dibiarkan
tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan
hukum secara sistematis dan bersengaja.
2.3 Faktor yang mempengaruhi
Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto, dalam bukunya faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum (2002:5) menyebutkan bahwa masalah pokok dari
penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhinya, yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri yaitu
berupa undang-undang
b. Faktor penegak hukum, yakni
pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang
mendukung penegakan hukum.
d. Faktor masyarakat, yakni
lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai
hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam
pergaulan hidup.
Kemudian Al. Wisnubroto dalam bukunya yang berjudul Hakim
dan peradilan di Indonesia (1997:88-90) memuat beberapa faktor internal yang
mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan adalah :
1. Faktor Subjektif
a. Sikap prilaku apriori
Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal
dihinggapi suatu prasangka atau dugaan bahwa terdakwa atau tergugat bersalah,
sehingga harus dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah.Sikap ini jelas
bertentangan dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni
asas praduga tak bersalah (presumtion of innocence), terutama dalam
perkara pidana. Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak (biasanya adalah
penuntut umum atau penggugat) dan tidak adil ini bisa saja terjadi karena hakim
terjebak oleh rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target
penyelesaian yang tidak seimbang.
b. Sikap perilaku emosional
Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah
akan berbeda dengan prilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam
menangani suatu perkara. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada hasil
putusannya.
c. Sikap Arrogence power
Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa
dan pintar melebihi orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa
atau pihak-pihak yang bersengketa lainnya, sering kali mempengaruhi
Keputusannya.
d. Moral
Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak
keadilan, terutama hakim.Faktor ini berfungsi membentengi tindakan hakim
terhadap cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap
tidak adil lainnya.
2. Faktor
Objektif
a. Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial hakim mempengaruhi sikap perilaku
hakim. Dalam beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa, hakim yang berasal
dari status sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada
dalam masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status sosial
menengah atau rendah.
b. Profesionalisme
Profesionalisme yang meliputi knowledge (pengetahuan,
wawasan) danskills (keahlian, keterampilan) yang ditunjang dengan
ketekunan dan ketelitian merupakan faktor yang mempengaruhi cara hakim mengambil
keputusan masalah profesionalisme ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di
lingkungan peradilan. Oleh sebab itu hakim yang menangani suatu perkara dengan
berpegang teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
2.4 Permasalahan Penegakan Hukum di Indonesia
Indonesia tengah
mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan substansinya.Permasalahan hukum di
Indonesia yang saat ini sedang terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu
sistem peradilannya, perangkat hukumny, inkonsistensi penegakan hukum,
intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum.Diantara banyaknya permasalahan
tersebut adalah adanya inkonsistensi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh
aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam
wilayah peradilan yang bersangkutan.Inkonsistensi penegakan hukum kadang
melibatkan masyarakat itu sendiri dan dalam media elektronik maupun media
cetak.Inkonsistensi penegakan hukum ini secara tidak disadari telah berlangsung
dari hari ke hari.Contoh kecil dari Inkonsistensi penegakan hukum yang terjadi
pada saat berkendaraan dijalan raya dikota besar seperti di Jakarta yang
memberlakukan aturan "three-in-one". Aturan ini tidak akan berlaku
bagi TNI dan Polri. Bahkan polisi yang bertugas membiarkan begitu saja
mobil dinas TNI atau Polri yang melintas meski mobil tersebut
berpenumpang kurang dari tiga orang atau bahkan terkadang polisi yang bertugas
memberikan penghormatan apabila penumpangnya berpangkat lebih tinggi. Secara
tidak disadari hal tersebut merupakan diskriminasi terhadap masyarakat awam
tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak menyadari hal tersebut.
Ketimpangan dan
putusan hukum yang tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat tetap dirasakan dari hari ke hari.
Berikut ini beberapa kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia yang
dikelompokan berdasarlan beberapa alasan yang banyak ditemui oleh masyarakat
awam baik melalui pengalaman pencari keadilan itu sendiri maupun peristiwa lain
yang bisa diikuti melalui media cetak dan media elektronik.
a. Tingkat
kekayaan seseorang.
Tingkat kekayaan
seseorang dapat memperingan masa tahan seseorang yang melakukan
pelanggaran.Pelaku pelanggaran bisa menyewa pengacara mahal yang bisa
mementahkan dakwaan kejaksaan untuk memperingan masa tahanannya atau jika perlu
pelaku dapat membayar hakim atau jaksa agar memperingan masa
tahanannya.Sebaliknya dengan pelaku pelanggaran yang tidak memiliki uang yang
banyak maka pelaku hanya bisa membayar pengacara semampunya atau tidak sedikit
pula yang mereka hanya pasrah menerima putusan hakim.Padahal jika dibandingkan
kasus pelanggarannya tidak merugikan pemerintah milyaran rupiah.Inilah yang
terjadi di Indonesia saat ini.Hukum bisa dibeli dengan uang.
b. Tingkat
Jabatan Seseorang
Mari kita simak kasus
berikut ini. Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding keluar negri yang
diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD DKI Komisi D. Dalam studi banding
tersebut anggota DPRD yang berangkat memanfaatkan dua sumber
keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari anggaran DPRD DKI sekitar 5,2 M
dan uang saku dari PT. Pembangunan Jaya Ancol sekitar 2,1 M. Dalam kasus ini 9
orang staf Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin
Ahmad tidak dikenai tindakan apapun. Penyelesaian masalah ini dilakukan setelah
media cetak dan media elektronik menemukan ketidaksesuaian dalam masalah
pendanaan studi banding tersebut.Penyelesaian secara administratif ini seakan
dilakukan agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan.Rasa
ketidakadilan masyarakat terurik ketika sanksi ini hanya dikenalan pada pegawai
rendahan.Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk mengusut kasus
ini sampai ke pejabat tinggi DKI yaitu Gubernur Sutiyoso (saat itu) yang
sebagai komisaris PT. Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.
Dari kasus diatas
terlihat sekali bahwa seseorang yang memiliki jabatan tinggi mendapat
keringanan hukuman dibanding pegawai rendahannya. Entah apa penyebabnya sampai
hal ini terjadi. Secara tidak langsung hal ini bisa disebut sebagai
ketidakadilan hukum dimana karna jabatan seseorang yang tinggi hukuman yang
didapat ketika melakukan pelanggaran hukumannya pun lebih ringan dibandingkan
seseorang yang jabatannya rendah walaupun pada kasus yang sama.
c. Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf)
Agus Isrok anak mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Jendral (TNI)
Subagyo H.S. diperingan hukumannya oldh mahkamah militer dari empat tahum penjara
menjadi dua tahun penjara. Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke
kesatuannya selama dua minggu sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis
mahkamah militer tinggi.Putusan ini terasa tidk adil dibandingkan dengan
vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang terjadi di Indonesia yang didasarkan
atas pelaksanaan UU Psikotropika.Disamping itu, proses pengadilan ini juga
memperlihatkan eksklusivitas hukum militer yang diterapkan pada kasus
narkoba.Jelas sekaki kasus ini mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi
keluarga bekas pejabat.
d. Tekanan
Internasional
Kasus Atambua, Nusa
Tenggara Timur xang terjadi 6 September 2000 yang menewaskan tiga orang staf
NHCR mendapat perhatian Internasional dengan cepat. Tekanan Internasional ini
mengakibatjan pemerintah Indonesia bertindak dengan melucuti pesenjataan milisi
Timor Timor dan mengadiji beberapa bekas anggota milisi
Timor Leste yang dianggap bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan
kasus-kasus kekerasan yamg terjadi di bagian lain di Indonesia seperti Ambon,
Aceh, Samlar, Sampit, kasus Atambua termasuk kasus yang memgalami penyelesaian
secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi,
kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil dilucuti dan situasi kembali aman
dan normal.Meskipun kasus lainnya juga mendapat perhatian dari Internasional,
namun tekanan yang diberikn pada kasus ini lebih menekan pemerintah Indonesia
untuk dapat diselesaikan secepatnya.Jadi dapat disimpulkan bahwa derajat
tekanan Internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum
dalam mengatasi kasus kekerasan.
Dari beberapa kasus
tadi, dapat menimbulkan masalah yang paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak
yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat.Persepsi masyarakat menjadi
buruk terhadap penegakan hukum.Hal ini membuat masyarakat tidak mempercayai
huktm sebagai sarana penyelesaian konflik dan cenderung menyelesaikan
permasalahannya diluar jalur hukum.Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum
oleh sekelompok orang demi kepentingannya sendiri, selaku berakibat merugikan
pihak yang tidak mempunyai kemampuan yang setara.Akibatnya rasa ketidakadilan
dan ketidakpuasan tumbuh subur di masyarakat Indonesia.Penegakan hukum di
Indonesia harus terus diupayakan dengan mulai memperbaiki kinerja dan moral
aparat baik polisi, jaksa, hakim maupun pemerintah (eksekutif) yang ada dalam
wilayah peradilan bersangkutan. Tanpa adanya perbaikan tersebut segala bentuk
KKN akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Selain itu materi hukum sendiri juga harus terus menerus diperbaiki, peran DPR
sebagai lembaga legislatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan
perundang-undangan yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan lebih tegas
lagi.Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam
penegakan hukum secara konsisten.
Jadi, keterpurukan penegakan hukum
di Indonesia terletak pada faktor integritas aparat
penegak hukum, aturan hukum
yang tidak responsif, serta tidak diaplikasikannya
nilai-nilai Pancasila khususnya nilai
kemanusiaan, nilai musyawarah untuk mufakat
dan nilai
keadilan dalam penegakan hukum
oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap
penegakan hukum yang ada di Indonesia.
Hasil
penelitian, menunjukkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum
sangat dipengaruhi oleh keadaan
atau situasional suatu daerah, apabila
disuatu daerah
penegakan hukumnya baik, maka
tingkat kepercayaan masyarakat juga baik di
daerah
tersebut, namun apabila penegakan
hukumnya kurang baik, maka tingkat
kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum di daerah tersebut
menjadi kurang baik.
Dalam rangka
pembentukan hukum nasional, perlu dibentuk
konsepsi sistem hukum Indonesia, yang penulis
sebut dengan Indonesia Juripridence maka
nilai-nilai Pancasila harus diserap dalam pembentukan
hukum, sehingga dibutuhkan standar hukum
yang bersifat united legal
frame work dan united legal opinion (Kesatuan
pandangan) di
antara aparat penegak hukum sehingga perlu
dibentuk Undang-Undang sinergitas terpadu dalam pelaksanaan
tugas penegakan hukum. Untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat, maka dibutuhkan aparat penegak hukum yang memiliki
integritas baik, aturan
hukum yang responsif yang
sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan
selanjutnya diimplementasikan ke dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh
aparat penegak hukum.
2.5 Pemberdayaan Masyarakat dan
Penegakan hukum
Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan
dan diterapkan dengan baik apabila dalam
Masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi
setiap anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-cita hukum tersebut. Oleh
karena itu jika kita mengharapkan perilaku hukum masyarakat yang baik,
maka kita harus menciptakan struktur sosial masyarakat yang baik pula.
Selama struktur sosial masyarakat tidak
terkandung kearah susunan masyarakat yang baik maka selama
itu pula perilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada perilaku hukum
yang baik.
Selanjutnya, harus pula dipahami
bahwa kesadaran hukum yang menyangkut perilaku manusia, tidak dapat dilepaskan
dari sikap batin. Oleh karena itu kesadaran hukum yang dimaksudkan haruslah
memiliki keterkaitan pula dengan sikap batin pelakunya. Dengan kata lain, harus
terdapat kaitan yang erat antara sikap batin dan tindakan yang dilakukan oleh
seseorang.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah
kami kemukakan pada bahagian terdahulu, maka pada bahagian ini dapat kami
simpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Bahwa pemberdayaan masyarakat dalam
proses penegakan hukum meliputi peningkatan, pengetahuan masyarakat
terhadap kaedah hukum itu sendiri termasuk pengetahuan
dan pemahamannya terhadap isi
kaedah hukum itu, ketaatan dan kepatuhan masyarakat
terhadap kaedah hukum itu dan pola
perilaku hukum masyarakat itu sendiri; 2) Bahwa pemahaman
hukum masyarakat dipengaruhi
oleh struktur sosial tempat di mana hukum itu berlaku,
karenanya untuk mencapai terpeliharanya tertib hukum melalui kesadaran hukum
masyarakat, maka perlu pula dibenahi struktur masyarakat yang bersangkutan,
seperti struktur ekonomi, politik, pendidikan, pertahanan keamanan dan lain
sebagainya yang terdapat dalam sistem sosial; 3) Bahwa pemberdayaan masyarakat
untuk memelihara tertib hukum, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor juridis
semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor non juridis seperti sikap penegak
hukum, sarana dan prasarana, budaya hukum dan masyarakat sebagai pemegang
peran; 4) Bahwa perlu kiranya untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat agar
tertib hukum terpelihara dengan baik disusun suatu kaedah hukum yang sesuai
dengan aspirasi masyarakat Indonesia, sesuai dengan asas-asas hukum Indonesia
dengan kata lain perlu diperhatikan segi substansialnya, bukan segi formalnya
seperti yang berkembang selama ini
2.6 Hukum dalam Kehidupan Manusia
Hukum
dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, seperti
yang tertera dalam pameo “Ubi societas ibi ius“, yang berarti
dimana ada masyarakat disitu ada hukum.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang
berbeda-beda, seperti:
1) Tujuanhukumadalahkeadilan
2) Tujuan hukum adalah kegunaan
3) Tujuan hukum adalah ketertiban atau order
Keadilan harus berlaku untuk setiap
orang, bukan hanya untuk golongan tertentu saja. Oleh karena itu lahirlah
“negara konstitusi” yang melahirkan doktrin “rule of law“, yang
merupakan doktrin dengan semangat idealisme keadilan yang tinggi, seperti
“supremasi hukum” dan “kesamaan setiap orang di depan hukum”. Di negara
konstitusi itulah berlaku sistem pemerintahan demokrasi konstitusional.
Menurut Imanuel Kant dan F.
Julius Sthal, ada empat unsur pembatasan yuridis yang dikenal dengan
istilah Rechtsstaat atau Rule of Law, yaitu:
1)
hak-hak asasi manusia;
2) pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk
menjamin hak-hak itu;
3) pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan;
4) peradilan administrasi dalam perselisihan.
Sedangkan A. V. Dices mengidentifikasikan
unsur-unsur Rule of Law dalam demokrasi konstitusional adalah sebagi
berikut:
1)
supremasi hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang dalam arti bahwa
seseorang hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum;
2) kedudukan yang sama di depan hukum (equality
before the law) baik untuk pejabat maupun rakyat biasa;
3) terjaminnya hak-hak manusia oleh
undang-undang.
2.7 Demokrasi dan
Negara Hukum
Konsep
demokrasi menekankan bahwa adanya kedaulatan tertinggi untuk mengelola
kehidupan suatu negara adalah di tangan rakyat. Setiap orang memiliki posisi
yang sama untuk menentukan ke arah mana suatu masyarakat atau bangsa harus
melangkah.
Arti dan makna demokrasi secara
falsafah dapat melahirkan bermacam penafsiran dan definisi.Lawan demokrasi
adalah otokrasi.Seperti juga demokrasi, otokrasi ada banyak varian dan
hibridnya.Secara tradisional, tujuan penyelenggaraan pemerintahan demokrasi
adalah untuk mencegah akumulasi kekuasaan ke dalam satu atau beberapa orang.
Demokrasi sebagaimana dikemukakan Winston Churchill sebagai ‘least
bad’ form of government, artinya bahwa pemerintahan demokrasi
bertujuan mengurangi ketidakpastian dan instabilitas serta menjamin warga
negara dalam mendapatkan kesempatan yang berkala.Dalam teori demokratisasi
dikenal dua tahap, yaitu tahap transisi dan tahap konsolidasi. O’Donnell
dan Schmitter berpendapat, bahwa transisi adalah masa antara dua rezim
politik. Transisi demokrasi dimulai sejak bergulirnya proses desolusi
(tumbangnya) sebuah rezim otoriter pada ujung yang satu dan ditegakannya rezim
demokrasi pada ujung yang lainnya. Pada tahapan ini penekanan ada pada
penegakan demokrasi secara prosedural yakni berfungsinya berbagai
institusi-institusi politik secara demokratis.Namun untuk benar-benar menjadi
negara demokrasi, haruslah dilalui tahap konsolidasi yang menurut berbagai
literatur merupakan konsep yang tidak kalah sulitnya dibanding proses transisi.
Bahkan banyak negara yang jatuh kembali ke rezim otoriter karena gagal
menyelesaikan proses konsolidasi demokrasi. Menurut Linz dan Stepan
(1996), konsolidasi demokrasi berarti bahwa demokrasi bukan hanya telah tegak
sebagai sebuah sistem politik tetapi juga telah membudaya di kalangan
masyarakat. Bahkan betapapun besarnya tantangan dan kesulitan yang dihadapi
masyarakat tidak akan berpaling dari demokrasi ke sistem politik lain.
Sedangkan,
tahap konsolidasi menghendaki perhatian pada segi-segi substantiv yang
merepresentasikan kesempatan dan sumberdaya bagi perbaikan kualitas hidup serta
bagi kehidupan sosial yang lebih adil dan manusiawi. Oleh karena itu,
konsolidasi demokrasi harus menjamin terwujudnya esensi demokrasi: pemberdayaan
rakyat (popular empowerment) dan pertanggung jawaban sistemik (systemic
responsiveness).Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme
kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut
saling berkaitan yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada
satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan
prinsip persamaan dan kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum
memberikan patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,
tetapi hukum.
Dalam
tataran praksis, prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat menjamin peran
serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga setiap peraturan
perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan
perasaan keadilan masyarakat. Sedangkan dalam negara yang berdasarkan
atas hukum, dalam hal ini hukum harus dimaknai sebagai kesatuan hirarkis
tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti bahwa dalam
suatu negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.Supremasi
konstitusi, di samping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum,
sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi.
Berdasarkan
teori kontrak sosial, untuk memenuhi hak-hak tiap manusia, tidak mungkin
dicapai masing-masing orang secara individual, tetapi harus bersama-sama.Maka,
dibuatlah perjanjian sosial yang berisi tentang tujuan bersama, batas-batas hak
individual, dan siapa yang bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan tersebut
dan menjalankan perjanjian yang telah dibuat dengan batas-batasnya.Perjanjian
tersebut diwujudkan dalam bentuk konstitusi sebagai hukum tertinggi di suatu
negara, yang kemudian dielaborasi secara konsisten dalam hukum dan kebijakan
negara.Oleh karena itu, hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
tidak boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan
penguasa.Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi, karena hukum tidak
dimaksudkan hanya untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa,
melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang sehingga negara hukum
yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, tetapi demcratische
rechtsstaat.
Indonesia adalah negara hukum yang
didasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.Dimana hukum seyogianya
senantiasa harus mengacu pada cita-cita masyarakat bangsa, yaitu tegaknya
negara hukum yang demokratis dan berkeadilan sosial.Meski demikian ada pendapat
yang mengemukakan, bahwa adalah tidak benar seluruhnya jika hukum adalah alat
masyarakat untuk menegakkan demokrasi. Penekanan fungsi hukum cenderung lebih
mendukung kekuasaan pemerintah serta implementasinya, baik untuk mendapatkan
basis penggunaan kekuasaan yang kukuh dalam melaksanakan pembangunan.Untuk
mendalami hal diatas, kiranya perlu dikemukakan ciri-ciri dari produk hukum
yang demokratis;
1)
produk hukum harus bersifat mengatur
2) produk hukum yang bernama undang-undang keatas
dan peraturan daerah, penetapannya harus melibatkan rakyat setidak-tidaknya
wakilnya.
3) dilihat dari segi isinya, isi produk hukum
harus untuk kepentingan rakyat dan kepentingan umum.
4) dilihat dari segi pelaksanaannya harus untuk
kepentingan umum dan kepentingan rakyat.
Jika dijumpai di dalam kenyataan
fungsi hukum cenderung lebih mendukung kekuasaan pemerintah serta
implementasinya ia sesungguhnya tidak identik dengan tidak benarnya hukum
sebagai alat penegakkan demokrasi. Tidak terlihatnya kemampuan hukum sebagai
alat untuk menegakan demokrasi bukanlah disebabkan oleh faktor hukum sendiri,
tetapi karena hukum itu diabaikan, dimana politik dan kekuasaan lebih penting
dari pada hukum. Sementara disisi lain, lembaga negara yang telah dibentuk
berdasarkan hukum tidak pula berfungsi sebagaimana mestinya. Yang terlihat
justru politik lebih menentukan dari pada hukum.Pendeknya bila politik adalah
panglima, maka hukum hanya tinggal cita-cita.
Tegak atau berfungsinya hukum
sebagaimana mestinya tergantung dari semangat penyelenggara negara dan sistem
politik yang dipakai yang menjadi penopang tegaknya hukum.Diakui bahwa hukum
tidak dapat dijalankan tanpa kekuasaan, tetapi apabila kekuasaan tidak
terkendali yang muncul justru kekuasaan dan kesewenang-wenangan dan ketidak
adilan.Dapat atau tidaknya hukum sebagai penegak demokrasi dan keadilan
tergantung kepada sistem politik yang dipakai.Dari sistem politiklah, apakah
hukum dapat berfungsi sebagai alat penegakkan demokrasi dan keadilan.Sebab
sistem politik yang dipakai suatu negara menentukan produk hukum.Sistem politik
otoriter atau non-demokratis melahirkan hukum-hukum yang cendrung ortodok/
konservatif.Sedangkan sistem politik demokratis melahirkan hukum-hukum yang
responsif/populistik.Adalah sulit untuk menempatkan hukum sebagai alat penegakan
demokrasi apabila bangunan dasar hukum represip, ortodok/konservatif.
Bangunan hukum yang demikian
menjadikan hukum cendrung dirasakan sebagai penindasan dan pelecehan terhadap
hak-hak asasi warga negara.Hukum melembagakan disprivile dengan menekankan
kewajiban dan tanggung jawab, bukan pada hak-hak yang dipunyai oleh
golongan-golongan yang tidak berkuasa.Golongan miskin yang memiliki
ketergantungan menjadi sasaran bekerjanya lembaga-lembaga atau birokrasi
tertentu maupun distimatisasi oleh klasifikasi-klasifikasi resmi.Hukum represif
mengorganisasi pengamanan sosial atas “klas-klas berbahaya” dengan
mengkriminalisasikan perilaku-perilaku tertentu.Dalam keadaan sistem politik
otoriter dengan outputnya hukum represif/konservatif, maka jelas hukum lebih
dirasakan sebagai penindasan dan legitimasi kekuasaan bagi penguasa
(pemerintah).
Tidak demikian halnya apabila suatu
negara (pemerintahan) menjalankan sistem politik yang demokratis.Bangunan dasar
hukum dalam sistem politik demokratis adalah responsif.Hukum lebih bertujuan
agar hukum lebih tanggap terhadap kebutuhan terbuka pada pengaruh dan lebih
efektif dalam menanggapi masalah-masalah sosial. Tujuan serupa itu bisa
terwujud apabila sistem politik yang dipakai demokrasi, karena sistem politik
demokratis bercirikan: adanya lebih dari satu partai politik. tersebut bebas
berkompetisi satu sama lain untuk mendapatkan kekuasaan politik; kompetisi
politik dilakukan secara terbuka dan didasarkan pada aturan permainan yang
tetap dan telah diterima; memasuki dan merekrut (recruitment) untuk
mendapatkan posisi-posisi kekuasaan politik adalah terbuka; adanya pemulihan
secara berkala (period) dan yang bersifat umum (a wide frachi);
golongan penekan (presure groups) diberi kesempatan untuk mempengaruhi
pemerintah dalam pengambilan keputusan; kebebasan-kebebasan dasar manusia (civil
liberties) seperti kebebasan berbicara dan menganut agama dan kebebasan
untuk tidak ditahan secara tidak sah (freedom from arbitracy arrest)
diakui dan dilindungi oleh pemerintah; Kekuasaan peradilan bebas tidak memihak;
media masa seperti televisi, radio, surat kabar tidak dimonopoli oleh
pemerintah dan dalam batas-batas tertentu dapat mengkritik pemerintah.
2.8 Demokrasi di
Indonesia
Indonesia
sebagai salah satu Negara yang menganut paham demokrasi, karena sistem
pemerintahan demokrasi ini dianggap baik untuk menjaga kestabilan suatu bangsa
dalam menjalankan roda pemerintahan negara.Dalam hal demokrasi dikenal adanya
kedaulatan adalah di tangan rakyat, sehingga secara ekonomi Indonesia adalah
negara demokrasi.Segala sesuatu berasal dari, oleh dan untuk rakyat adalah inti
dari konsep pemerintahan yang demokratis, sehingga dapat menjamin kebebasan
masing-masing individu dalam suatu negara untuk bergerak mengembangkan dan
melakukan hal yang mereka inginkan.
Indonesia
menganut paham Demokrasi Pancasila yang berbeda dengan demokrasi
liberal.Demokrasi liberal meletakkan kebebasan individu yang toleran sebagai
urgensi kehidupan negara dan masyarakat.Oleh karena itu kontrol rakyat dan atau
wakilnya kepada penguasa dan negara adalah prinsip yang tak bisa ditawar.Dalam
konteks ini C.F. Strong mengemukakan; negara konstitusional sekarang ini
harus didasarkan atas suatu sistem perwakilan yang demokratis yang menjamin
kedaulatan rakyat.Mengenai hal ini harus tercermin dalam konstitusi negara
tersebut. Sedangkan perihal bagaimana pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam
arti bentuknya, maka pertama-tama harus dilihat dalam UUD 1945 beserta
penjelasannya, meskipun ini bukanlah satu-satunya cara untuk melaksanakan
Demokrasi Pancasila.
Dalam
kesempatan ini yang terpenting adalah, apakah hukum dan pelaksanaan hukum di
negara Indonesia akan berfungsi dan memainkan peranannya sangat ditentukan oleh
keinginan melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen. UUD 1945 sebagai hukum dasar
tertinggi di dalam UUD 1945 termuat cita-cita bangsa dan arah kehidupan
bernegara dan berbangsa, termasuk di dalamnya keberadaan hukum dalam kehidupan
negara.
Reformasi
politik dan reformasi ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, telah memperbaharui
norma-norma dan struktur pengambilan keputusan di bidang politik.Sehingga dapat
mengurangi faktor-faktor negatif yang dapat membebani sektor perekonomian.
Seperti adanya monopoli, korupsi, dan bentuk-bentuk penyimpangan lain.
Sedangkan, reformasiekonomi dapat mendorong percepatan terjadinya proses
demokratisasi. Namun, kedua hal tersebut apabila dijalankan sekaligus, tetap
mengandung risiko.Sehingga diperlukan sinergi dalam pelaksanaan kedua hal
tersebut. Proses demokratisasi di Indonesia yang dihasilkan oleh gerakan
reformasi di tahun 1998 telah merubah secara substansial sistem bernegara
bangsa kita dan membuat Indonesia sekarang menjadi negara demokrasi ketiga
terbesar di dunia.
Indonesia
meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan itu dapat
dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan.Untuk itu diperlukan adanya budaya
hukum yang dapat mengakomodasi tujuan-tujuan tersebut (terciptanya
kesejahteraan rakyat), sehingga dapat menjaga integrasi dan persatuan
nasional.Hal tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan perdagangan dan
industri, serta berfungsi memajukan keadilan sosial dan kesejahteraan manusia.
Dalam mencapai tujuan terciptanya kesejahteraan rakyat dengan proses
demokratisasi dalam pembangunan ekonomi, diperlukan adanya institusi hukum dan
profesi hukum yang baik. Hal ini menjadi bertambah penting karena bangsa kita
berada dalam era globalisasi, artinya harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Proses
demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia (di tingkat Negara atau state),
belum terlihat dampaknya bagi kesejahteraan rakyat. Proses tersebut antara lain
adalah kebijakan desentralisasi (otonomi daerah), kebebasan pers, kebebasan
berserikat, meningkatnya peran parlemen, berlangsungnya pemilihan umum (pemilu)
yang bebas, dan pemilihan presiden dan kepala daerah secara langsung.Tingginya
angka penduduk miskin dan pengangguran, rendahnya taraf pendidikan dan
kesehatan, merupakan persoalan yang mencerminkan kondisi sosial-ekonomi bangsa
kita. Sehingga hal tersebut menjadi problem dalam mewujudkan kesejahteraan
rakyat.Berbagai masalah tersebut diperparah dengan adanya bencana alam yang
disebabkan oleh kerusakan lingkungan.Maraknya perkara korupsi dan
penyalahgunaan wewenang, serta merosotnya karakter dan harga diri bangsa.
Ditambah lagi dengan merebaknya pornografi dan siaran tv yang merusak akhlak
bangsa. Sehingga hal tersebut menjadikan generasi muda Indonesia sebagai
manusia konsumtif, berbudaya instan, tanpa idealisme, dan pada akhirnya dapat
melemahkan rasa nasionalisme dan patriotisme.
Demokrasi
di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi
yang cukup.Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan
dampak ekonomi yang positif buat mereka.Inilah tantangan yang harus dihadapi
pemerintah.Hal tersebut merupakan salah satu tantangan terberat yang dihadapi
bangsa Indonesia saat ini.Karena, demokrasi dalam arti sebenarnya terkait
dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian, hal itu merupakan sesuatu
yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Sehingga setiap
masyarakat Indonesia dapat terpenuhi haknya untuk menyampaikan pendapat,
berkumpul, berserikat dan bermasyarakat.
Harapan
dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk rakyat. Misalnya, demokrasi mampu memaksimalkan
kesejahteraan rakyat dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan.Disamping
itu, demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan
kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.Tidak hanya
itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara
yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat
merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara akan berdampak positif bagi rakyat.
Sedangkan, demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan
negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya.
Harapan
rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta
bidang kehidupan lainnya.Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang
peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk.
Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah
harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri. Di masa transisi ini,
implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik,
sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan.Maka muncul kepincangan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang
berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat
perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan
demokrasi.
Semakin
rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi
karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan
ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti
masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa
memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi. Demokrasi di
Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki
kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat
mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola
harapan ini agar menjadi kenyataan, dibutuhkan kerjasama antar kelompok dan
partai politik agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.
2.9 Peranan Hukum dan Demokrasi
dalam Pembangunan
Dilatar
belakangi cita-cita yang tertuang dalam kalimat “masyarakat adil dan makmur”,
maka pembangunan telah dipilih sebagai satu-satunya kendaraan yang dianggap
paling tepat untuk membawa bangsa Indonesia menuju kearah sana. Dalam hal ini,
pemerintah sejak tiga dasawarsa terakhir telah menjadikan pembangunan di bidang
ekonomi sebagai tulang punggung pembangunan nasional.Sikap suatu pemerintah
dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan
tersebut untuk mencapai kepentingan nasional negaranya.Termasuk didalamnya
adalah hal perekonomian. Pemerintah Indonesia pernah menerapkan kebijakan
deregulasi ekonomi yang menyangkut 3 aspek, antara lain yaitu:
1)
untuk menyehatkan persaingan pasar dengan membuka kesempatan bagi pendatang
baru.
2) mengurangi campur tangan pemerintah dalam hal
pengelolaan badan usaha.
3) pengambilan keputusan produksi maupun harga.
Melihat
hal tersebut, maka peranan hukum dalam pembangunan ekonomi dan modernisasi
masih sering kali diperdebatkan.Perdebatan ini merupakan sebagian dari
perdebatan yang lebih luas, tentang peranan hukum di dalam masyarakat.Lembaga
hukum adalah salah satu di antara lembaga/pranata-pranata sosial, seperti juga
halnya keluarga, agama, ekonomi, perang atau lainnya. Hukum bagaimanapun sangat
dibutuhkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat di dalam segala aspeknya,
apakah itu kehidupan sosial, kehidupan politik, budaya, pendidikan apalagi yang
tak kalah pentingnya adalah fungsinya atau peranannya dalam mengatur kegiatan
ekonomi.Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena
sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya
permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik
antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan
sering terjadi.
Peranan
hukum untuk melindungi, mengatur dan merencanakan kehidupan ekonomi sehingga
dinamika kegiatan ekonomi itu dapat diarahkan kepada kemajuan dan kesejahteraan
bagi seluruh masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Aquinas dalam Suma
Theologica. Hukum bukan hanya bisa membatasi dan menekan saja, akan tetapi juga
memberi kesempatan bahkan mendorong para warga untuk menemukan berbagai
penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi negara. Dan pada dasarnya
setiap kegiatan atau aktivitas manusia perlu diatur oleh suatu instrumen yang
disebut sebagai hukum.Hukum disini direduksi pengertiannya menjadi
perundang-undangan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Negara.
Dengan
adanya globalisasi ekonomi, maka menimbulkan akibat yang besar sekali pada
bidang hukum.Globalisasi ekonomi menyebabkan terjadinya globalisasi
hukum.Globalisasi hukum tersebut tidak hanya didasarkan kesepakatan
internasional antar bangsa, tetapi juga pemahaman tradisi hukum dan budaya
antara barat dan timur.Globalisasi di bidang kontrak-kontrak bisnis
internasional sudah lama terjadi.Karena negara-negara maju membawa transaksi
baru ke negara berkembang, maka mau tidak mau mereka yang dari negara-negara
berkembang menerima model-model kontrak bisnis internasional tersebut.
Hal
itu disebabkan bisa karena sebelumnya tidak mengenal model tersebut atau dapat
juga karena posisi tawar yang lemah. Oleh karena itu tidak mengherankan,
perjanjian patungan (joint venture), perjanjian waralaba (franchise), perjanjian
lisensi, perjanjian keagenan, hampir sama di semua negara. Konsultan hukum
suatu negara dengan mudah mengerjakan perjanjian-perjanjian semacam itu di
negara-negara lain.Lebih lanjut mengenai hal tersebut, Prof. Erman Rajagukguk
berpendapat bahwa persamaan ketentuan-ketentuan hukum berbagai negara bisa juga
terjadi karena suatu negara mengikuti model negara maju berkaitan dengan
institusi-institusi hukum untuk mendapatkan akumulasi modal.Tuntutan
keterbukaan (transparency) yang semakin besar, berkembangnya kejahatan
internasional dalam pencucian uang (money laundering) dan insider trading
mendorong kerjasama internasional. Dibalik usaha keras menciptakan globalisasi
hukum, masih menurut Prof. Erman, tidak ada jaminan bahwa hukum tersebut akan
memberikan hasil yang sama yang di semua tempat. Hal mana dikarenakan perbedaan
politik, ekonomi dan budaya.
Friedman,
mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya
hukum masyarakatnya. Budaya hukum masyarakat tergantung kepada budaya hukum
anggota-anggotanya yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan
budaya, posisi atau kedudukan, bahkan kepentingan-kepentingan.Melihat hal
tersebut sudah menjadi satu keniscayaan, bahwa pembangunan ekonomi di suatu
negara, apalagi secara khusus negara berkembang, hukum memiliki peranan yang
besar untuk turut memberi peluang pembangunan ekonomi. Pelaksanaan roda
pemerintahan dengan demokratis, dengan menggunakan hukum sebagai instrument
untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang komprehensif, akan
membawa negara ini menuju masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang di
cita-citakan.
Indonesia
berbeda dengan negara maju seperti Amerika dan Inggris.Jika di kedua negara
tersebut, mereka menempuh pembangunan secara berturut-turut dari yang pertama,
meciptakan persatuan dalam negaranya, kedua, menggalakkan industrialisasi, dan
yang ketiga, mewujudkan kesejahteraan sosial.Urutan pembangunan negara seperti
yang di tempuh kedua negara tersebut di atas, adalah merupakan suatu langkah
ideal untuk mewujudkan negara yang kokoh, dengan dukungan ekonomi dan warga
yang solid.Namun demikian untuk Indonesia hal ini tidak mungkin kita jalankan
secara satu persatu, melainkan harus sekaligus.Menciptakan persatuan,
menggalakkan pembangunan dan mewujudkan kesejahteraan harus di lakukan secara
bersamaan.Kondisi tersebut di atas, memang memberi peluang terciptanya
ketidakharmonisan pencapaian tujuan pembangunan hukum.Terlebih lagi jika aparat
yang menjalankan agenda tersebut tidak paham dengan kondisi kenegaraan (warga)
sehingga justru tidak satupun dari tiga agenda yang di jalankan tersebut dapat
terwujud sesuai dengan harapan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas
atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Aparatur penegak
hukum mencakup pengertian mengenai institusi
penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak
hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum
yang terlibat dalam proses tegaknya hukum
itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat
hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir
pemasyarakatan.
Indonesia sebagai salah satu Negara
yang menganut paham demokrasi, karena sistem pemerintahan demokrasi ini
dianggap baik untuk menjaga kestabilan suatu bangsa dalam menjalankan roda
pemerintahan negara.Dalam hal demokrasi dikenal adanya kedaulatan adalah di
tangan rakyat, sehingga secara ekonomi Indonesia adalah negara demokrasi.
3.2 Saran
\
Kita sebagai generasi penerus bangsa dan sebagai mahasiswa
sudah semestinya membantu pemerintah untuk terus menegakkan hukum di indonesia.
Peningkatan pemahaman terhadap
konsep dasar demokrasi dalam penegakan hokum
kepada seluruh komponen masyarakat perlu lebih ditumbuh kembangkan dan
diperdalam, sesuai doktrin hukum yang bersifat universal, yaitu hukum sebagai
sarana pendidikan dan pembaharuan masyarakat (social reform). Dan
karena itu ketidaktahuan atau kekurang pahaman masyarakat akan hukum tentang
penegakan hokum dalam konsep demokrasi
Indonesia tidak boleh dibiarkan tanpa usaha sosialisasi dan pembudayaan hukum
secara sistematis.
Penguasa negara
harusnya bisa memproyeksikan dan men-real-kan ( menjadi kenyataan ) sebuah
tujuan negara yang terkandung dalam alinea IV UUD NRI 1945. Dengan tidak
bertindak sewenang-wenang. Rakyat juga harus membantu mewujudkannya dengan
mematuhi segala peraturan perundang-uandangan yang ada dalam negara indonesia,
serta membantu pemerintah dalam mewujudkan negara aman, dan makmur.
Kami menyadari makalah ini masih
mempunyai kekurangan dan demi
penyempurnaan makalah ini.maka kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
positif/membangun dari pembaca.dan semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Plato: The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi
kata pengantar oleh Trevor J.Saunders.
Jimmly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,
Jakarta : PT.Bhuana Ilmu Populer,2008,
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Yogyakarta : FH UII Press, 2004,
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, 1962,
B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera
(Jurnal Hukum), “Rule of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta,
edisi 3 Tahun II, November 2004,
Dahlan Thaib, et al, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : Rajagrafindo
Persada,2008,
Jimmly Asshidiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme, Jakarta : Konstitusi
Press, 2005,
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran kekuasaan
Indonesia, MKRI dan PSHTN FH UII, Jakarta, 2005
Leonard Kunarto, Merenungi Kiprah Polri menghadapi Gelora Anarkhi 2, Cipta
Manunggal, Jakarta, 1999,
W Levy (Editor), Judicial Review, Sejarah Kelahiran, Wewenang dan Fungsinya
dalam Negara Demokrasi, Cetakan Pertama, Penerbit Nuansa dan Penerbit Nusa
Media, Bandung. 2005
REFERENSI:
- Ridwan
Effendi, Elly Malihah, (2007). Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya
dan Teknologi. Yasindo Muli Aspek, Bandung
- Elly
M. Stiadi, dkk (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
- Sumarsono,
S, dkk. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Gramedia
- Koentjaraningrat
(Ed), (1975). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Jambatan.
- Boy
Yendra Tamin(2012). Demokrasi dan Hukum di Indonesia.
[online] diakses 08 Oktober 2013. Tersedia: http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/04/demokrasi-dan-hukum-di-indonesia.html
- ____
(2012).
Peranan hukum dalam demokratisasi dan pembangunan ekonomi di
Indonesia. [online] diakses 08 Oktober 2013. Tersedia: http://bagoesseto.wordpress.com.
- Muntoha
(2009). Demokrasi dan Negara Hukum. Jurnal Hukum no 3 vol.
16. 379-395.