Pages

Senin, 30 September 2013

BAD ENDING


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Cinta cinta sejati” tepatkah seorang pelajar SMU memikirkannya, pantas mendapatkannya. Cinta sejati bukan cinta monyet seperti yang orang-orang katakan.
 4 juni 2013 adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku, aku berhasil lolos dalam Pasprov dan akan mendapat kesempatan masuk Istana Negara. Mengibarkan Sang Merah Putih di Istana Negara 17 Agustus nanti. ini impianku, berkat kerja keras dan semangatku selama ini aku dapat mewujudkan impian besarku, suatu kebanggaan dan kehormatan tersindiri bagiku.
     Mezaluna Putri Amelia, pacarku. Umurnya setahun lebih tua dariku. Gadis baik, cantik, bisa mengertiku. Tanggal 15 september nanti, Luna berulang tahun ke Tujuh belas. Momen paling ditunggu semua remaja. Aku akan memberikan kejutan besar untuknya.
     Dua hari kunikamti Kota Jakarta, setelah tugasku mengibarkan Sang Saka Merah Putih di Istana Negara. Sendirian, hanya aku satu-satunya perwakilan sekolahku. Aku pulang dan merayakannya dengan teman-teman. Aku mengajaknya, tapi ia menolak, katanya lelah.
Aku merayakan keberhasilanku hingga larut malam. Hampir pukul 23.00 WIB, kami baru selesai. Sampai dirumah aku langsung menghubunginya. Ku telfon, sms, tak ada balasan.
“Mungkin sudah tidur.” Pikirku.
“I love you Rendra, love you, love you.” Ponselku berbunyi, sms masuk.
Aku baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung mengambil Hp-ku yang kuletakan di tempat tidurku. Sengaja kupasang suara Luna untuk nada pesan dan telfon. Ia sendiri yang merekam suaranya di ponselku. “Lucu” kataku.
Aku membaca sms itu, bukan gaya bahasa Luna, pacarku. Hanya tertera nomor dan kalimat manja. Aku tak membalas sms itu, aku langsung tidur.
Perjalanan 8 jam Jakarta-Purwodadi di lanjutkan makan dengan teman-temanku membuatku sangat lelah.     
     Sekolah memberiku waktu 2 hari untuk beristirahat dirumah. Tapi pagi itu aku sengaja datang ke sekolah. Sengaja ingin menemui pacar dan teman-teman serta guru-guruku di sana.
Pukul 08.00 WIB aku bangun ada 9 sms semua dari nomor yang sama, ada telfon, dari nomor itu lagi. Ku angkat, tak ada suara, kutunggu, tetap tidak ada jawaban.
“Dasar iseng!” gumamku dalam hati.
     Aku sampai disekolah pukul 10.00 WIB, pas saat istirahat.
Aku langsung menuju kelas, hampir 3 bulan aku tinggalkan sekolah dan teman-temanku, kelas sepi. Langsung saja aku menuju ruang guru, sekedar berterima kasih pada mereka.
Setelah itu aku menuju taman sekolah tempat teman-temanku biasa nongkrong, karena suasana taman sekolah sangat teduh, sejuk dan asri jadi tidak salah kalau taman sekolah menjadi tempat favorit bagi kebanyakan siswa lainya termasuk teman-temanku untuk menghabiskan waktu istirahat.
Benar, mereka disana. Melihat kemunculanku di sekolah, mereka sedikit kaget
“Ngapain kamu Ren di sini? Kan kamu masih di beri despensasi libur!” Kata seorang temanku.
 Aku  hanya tersenyum.
     Bel masuk  berbunyi, kami membubarkan diri menuju ke kelas. Image remaja yang suka membolos tidak berlaku bagi kami, disiplin untuk urusan sekolah.
Mereka menuju kelas masing-masing, dan aku menuju kantin Bu Bar nama penjualnya Bu Bariah.
Aku ke kantin untuk besantai dan sekedar minum es sirup leci favoritku di kantin ini.
“Lama ndak ke sini ya mas.” Sapa Bu Bar ramah.
“Iya bu.” Jawabku tersenyum
“Biasa Mas?” Tanyanya lagi.
Aku menganguk.
Sepiring nasi kuning dan telur dadar, juga es sirup leci diletakkan Bu Bar di depanku. Aroma yang menggugah seleraku masih sama seperti dulu. Aku menghabiskan  makanan dan minumanku, aku mengobrol sebentar dengan Bu Bar dan Pak Jar adalah panggilanku kepada Pak Jarsono suami Bu Bar.
Ternyata tidak sebentar, hampir 3 jam aku mengobrol dengan mereka, semua tentang Jakarta.
     Aku baru sadar, seharian ini aku tidak memberi kabar apapun padanya. Aku pamitan dengan Bu Bar dan Pak Jar, aku berlari ke kelas pacarku setengah jam lagi sekolah selesai. Aku menunggunya di atas motor yang ku parkir de depan kelasnya. Setengah jam menunggu.
Bel pulang sekolah berbunyi semua siswa berhamburan keluar kelas aku liat sosok perempuan cantik ternyata itu pacarku.
“Hai...cantik..” Sapaku.
Ia menoleh lalu tersenyum.
“Pulang yuk, aku anter deh.” Ajakku
“Aku bawa motor.” Jawabnya singkat
“Yaudah, aku pulang duluan.” Kataku dan meninggalkannya yang masih berdiri di depan kelas.
Ada sms lagi, dari nomor yang sama. Kali ini ia memberitahu namanya, Lina.
Aku mengingat nama itu. Ternyata, si pembawa Bendera Merah Putih dari SMU Boscho, Jakarta. Ia pernah meminta No telfon, Wechat ID, Line, dan E-mailku.
Anak ini memang sedikit manja, aku tak tau apa sebabnya. Aku membalas smsnya kali ini, dan kamipun melanjutkan hingga larut, lagi-lagi aku lupa tidak mengabari pacarku hari ini.
Pacarku selalu selalu mengertiku, ia membebaskanku berteman dengan siapapun. Akupun sebaliknya.
     Hubungan smsku dan Lina terus berlanjut, ternyata dia menyenagkan. walau hanya bertemu beberapa kali, juga selama aku latihan di Jakarta. Dia bisa membuatku mersa lain. Dia seperti sosok Luna, pacarku. Aku menyukai Lina, Lina pun sebaliknya.
Semakin lama hubunganku dan Lina semakin dekat, aku belum menceritaka hal ini pada pacarku. Setelah mengenal Lina, tak hanya Luna yang ada di hidupku, aku sayang pada Lina seperti aku menyanyangi Luna.
    Hari itu, aku mulai latihan Paskup lagi, disekolahan. Luna juga anggota Paskub, tapi masa jabatannya telah habis. Luna harus fokus pada ujiannya nanti. Pacarku ternyata sore itu juga di sekolahan, pacarku duduk di tepi lapangan basket dengan teman-temanya.
Aku melihat ke arahnya lagi, tidak ada Luna sudah pergi.
“Mungkin dia pulang.” Pikirku.
Aku melanjutkan latihan lagi. Sekitar pukul 16.00 WIB. Kami selesai latihan.
Aku meminta Hp-ku yang kutitipkan pada Andre, temanku. Aku jarang menitipkannya pada pacarku.  Tak ada sms dari Lina.
“Ren, tadi HP-mu diminta Luna.” Andre belum selesai bicara, kulihat Inbox Hp-ku, ternyata ada sms dari Lina yang sengaja dibalas pacarku.
Aku menuju motorku yang ku parkirkan disudut halaman sekolah dan langsung ke rumah pacarku.
Kata Ibunya, Luna sudah tidur.” Tadi pulang dengan wajah sembab, dia kenapa Ren?” tanya tante Dina- Ibu Luna, pacarku.
Aku menggeleng pura-pura tidak tau.
“Yaudah tante, Rendra pulang dulu. Salam buat Luna aja tante.” Aku berpamitan.
Aku merasa sangat bersalah pada pacarku. Tak kusangka panggilanku dan Lina sudah berubah menjadi “Sayang” dan aku  telah melanggar janjiku sendiri untuk setia namun aku sudah menduakan cinta Luna. Pacarku pasti sangat sedih.
Paginya, aku menjemput pacarku dirumahnya.
“Amel sudah berangkat Ren.” Kata tante Dina begitu melihatku.
“Makasih tante, Rendra berangakt dulu.” Kucium tangan tante Dina.
Di sekolah,
“Kamu kemana aja?” Tanyaku begitu melihatnya berjalan ke kantin.
  Luna hanya diam, seakan tak peduli keberadaanku.
“Sayang.” Panggilku.
Ia tetap tidak peduli.
Ku pegang tanganya, dengan cepat ia melepas tanganku. Sekali lagi ku pegang tangannya.
“Aku nggak pa-pa.” Nada suaranya meninggi.
     Lagi-lagi ia meninggalkanku. Aku terdiam, berbalik arah, dan kembali ke kelas. Aku sadar akan semua kesalahanku wajar saja kalau Luna marah padaku.
 Aku memutuskan hubunganku dengan Lina dan memilih pacar yang hampir 2 tahun menemaniku.
     15 September, “Luna Sweet Seventeen, di Cafe Pojok Jam 17.00 WIB, dilanjutkan pesta kembang api” Itu isi undangan yang dipegang Andre.
Semarah itukah hingga ia tak mengundangku di pesta Ulang Tahunnya.
15 September, hari ini, nanti sore.
“Aku harus minta maaf!” Aku berjalan terburu-buru menghampiri pacarku, yang terlihat sangat cantik. Aku mendekatinya, ia menjauh, berlari ke arah taman di belakang Caffe.
Aku meghentikanya, ku genggam tangannya, aku membalikan badanya. Luna, pipinya basah oleh air mata. Ku tatap mata birunya.
“Aku pernah janji untuk nggak akan buat kamu nangis, tapi aku gagal. Kamu boleh marah sama aku, kamu boleh pukul aku untuk mengganti rasa sakit hatimu.” Luna tidak menjawab.
Aku ingin memeluk dan hapus air matanya, sepertinya tak pantas.
Kulihat pacarku menarik nafas menarik nafas panjang dan lama.
“Aku nggak berhak marah sama kamu, cinta datang dengan sendirinya. Aku cuma kecewa sama kamu, kamu egois, kamu udah duain aku dan itu melanggar semua janji kita.” Aku mendengarkan ucapan Luna.
Luna mengacungkan kelingkingnya.
“Saling jujur.” Katanya
“saling percaya.” Sahutku, aku belum bisa menyentuh kelingkingnya.
“Kejujuran dan kepercayaan adalah pondasi hubungan kita.” Katanya lagi.
“Pengertian adalah tiangnya.” Aku yang berbicara.
“Dengan itu semua kita bisa langgeng sampai saat ini.” Itu kata-kata yang seharusnya kami ucap berdua, tapi nafasku tercekat, aku diam.
“Aku kasih tau kamu Ren, aku juga pernah nazar untuk nggak mutusin kamu duluan sebelum kamu...” Luna menarik nafas panjang sekali lagi.
“...Putusin aku.” Lanjutnya.
“ jadi plisss putusin aku! Ini terlalu sakit buatku.”
Nafasku semakin tak beraturan, pacarku kembali menangis. Aku diam.
“Plisss Ren, putusin aku!!” Luna memegang tanganku yang hendak menyeka air matanya.
“Aku nggak bisa sayang, aku gak mau kita putus aku sayang kamu.” Kataku setelah mati-matian mengatur nafas.
“Ini pasti jauh lebih baik Ren.”   
“Sayang, kita putus!.” Kataku akhirnya, tak tahan melihat air matanya. Luna-pacarku, barusan menjadi eks pacar, tersenyum damai. Aku memeluknya.
“Ren, makasih. Sebentar lagi aku ujian, doa’in aku ya.”
Aku  hanya mengagguk.
Luna menatapku
“Jangan pernah hubungin atau temui aku lagi.” Luna meninggalkanku masuk ke Caffe.
“Inikah kado istimewaku di hari Ulang Tahunya?” Tanyaku dalam hati.
Dengan langkah berat, aku menuju motorku dan pulang dengan perasaan yang tak karuan.
Aku baru saja kehilangan orang yang aku sayangi selama ini yang selalu mengerti dan menerimaku apa adanya..
     Sejak saat itu, kami berpura-pura tidak saling mengenal. Aku sadar, itu kesalahan terbesar, terfatal dalam hidupku. Aku melanggar komitmenku sendiri.
Dan kami benar-benar PUTUS.        



Tidak ada komentar:

Posting Komentar